5 Cara Mempersiapkan Generasi Gerdas Digital

SekolahNews — Di era digital seperti sekarang ini, arus informasi mengalir begitu deras tak terbendung. Setiap orang memiliki media yang dengannya segala informasi bisa begitu cepat menyebar dengan sendiri, tanpa ada proses editing, klarifikasi, maupun validasi.

Di dalam dunia maya ini, setiap netizen bisa dengan bebas menyuarakan pendapatnya, menulis berita maupun membagikan informasi. Secara mendadak, seseorang bisa tiba-tiba menjadi wartawan, komentator, atau pun pakar ilmu di segala bidang.

Baca juga: 9 Perilaku Milenial Indonesia, dari Kecanduan Internet sampai Cuek Politik

Sebuah berita, informasi, atau pun pengetahuan yang diunggah ke jagat maya, berpotensi untuk menjadi viral. Lebih-lebih informasi maupun berita yang bersifat bombastis.

Hal ini memberikan dampak positif dan negatif. Positif, apabila informasi tersebut memang benar-benar valid dan sangat dibutuhkan masyarakat. Negatif, apabila informasi yang menjadi viral itu adalah hoax atau berita bohong.

Berita hoax memiliki dampak negatif yang cukup tinggi. Oleh karena itu bisa menimbulkan rasa saling tidak percaya di kalangan masyarakat yang mengantarkan kepada hancurnya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam bidang politik, hoax bisa melahirkan pertikaian dan menyulut kebencian. Hoax dalam ilmu pengetahuan, bisa menjadikan ilmu tidak lagi bersifat ilmiah dan obyektif. Dalam agama, hoax bisa menyebabkan surga dan neraka menjadi tanah kaplingan manusia. Hoax dalam kesehatan, bisa menyebabkan seseorang kehilangan nyawa.

Masyarakat dunia maya sangat mudah terpengaruh oleh berita hoax, tidak memandang siapa orangnya. Profesor, doktor, pejabat, kiai, dokter, guru, mahasiswa, bahkan wartawan sekalipun, manakala tidak melakukan tabayun atau chek and rechek atas sebuah informasi, akan mudah sekali terjerumus dalam berita hoax.

Gerd Altmann dari Pixabay 

Persoalannya sekarang, pada umumnya warganet jarang melakukan chek and rechek terhadap sebuah berita. Asal berita itu viral, sesuai dengan nafsu dan keinginan, lebih-lebih ditulis atau dibagikan oleh tokoh idola, tentu berita itu langsung dipercaya.

Dalam menyikapi persoalan semacam ini, sikap tabayun atau cerdas digital mutlak dibutuhkan oleh para netizen supaya tidak mudah termakan oleh berita hoax. Sikap tabayun ini perlu disosialisasikan dan diajarkan kepada seluruh masyarakat dari segala lapisan, utamanya di lembaga-lembaga pendidikan.

Lembaga pendidikan atau sekolah, memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Apabila setiap sekolah mampu untuk membentuk karakter peserta didiknya menjadi pribadi yang suka ber-tabayun dalam menyikapi berita, informasi dan pengetahuan, maka Indonesia di waktu yang akan datang, akan memiliki generasi emas yang maju dan berperadaban. Yang tidak mudah hancur karena percaya kepada berita-berita hoax.

Untuk mempersiapkan generasi yang memiliki sikap gemar ber-tabayun, sekolah harus mampu menciptakan budaya tabayun di lingkungan sekolah. Di antara langkah-langkah yang bisa diterapkan oleh sekolah dalam menciptakan budaya tabayun sebagai berikut:

Pertama, mengoptimalkan unsur-unsur saintifik dalam setiap kegiatan belajar mengajar di sekolah. Saintifik merupakan salah satu metode yang diterapkan di dalam kurikulum 2013. Unsur-unsur saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah pembelajaran saintifik tersebut, disadari atau tidak, ketika diterapkan secara optimal, akan memberikan pengalaman dan pengetahuan kepada peserta didik, tentang bagaimana cara melakukan tabayun atau chek and rechek terhadap segala pengetahuan, informasi maupun pelajaran yang mereka peroleh.

Kedua, menguatkan budaya baca di lingkungan sekolah. Banyak membaca orang akan memiliki kedalaman ilmu dan wawasan yang luas. Dengan ilmu yang dalam serta wawasan yang luas, orang tidak mudah percaya dengan informasi yang tidak jelas.

Ketiga, menekankan kepada segenap masyarakat sekolah pentingnya bersikap tabayun. Guru, siswa, karyawan, wali murid, dan seluruh elemen yang ada di sekolah, ketika menerima berita yang simpang siur, diingatkan supaya melakukan tabayun atau chek and rechek kepada sumbernya, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan syakwasangka di antara seluruh warga sekolah.

Baca juga: Gerakan Sekolah Menyenangkan untuk Generasi Milenial

Keempat, memberikan pelatihan kepada segenap masyarakat sekolah, tentang tatacara mendeteksi berita hoax. Berita hoax bisa dideteksi dengan cara menguji kebenaran konten sebuah berita, menelesuri sumber berita, melakukan klarifikasi, serta membandingkan sebuah berita yang disebarkan oleh satu sumber dengan sumber-sumber yang lain.

Kelima, menghimbau kepada seluruh warga sekolah untuk tidak membicarakan berita atau informasi yang belum jelas asal-usulnya. Dengan begitu sebenarnya masyarakat sekolah telah menutup pintu rapat-rapat dari peluang masuknya berita atau pun informasi hoax di lingkungan sekolah. Mendiamkan berita yang tidak jelas, adalah tindakan tepat untuk memutus mata rantainya supaya tidak tersebar luas.

(Sahal Mahfudh, M.Pd-Kepala SMPQT Yanbu’ul 1 Pati)

Sumber: Sahabat Keluarga