10 Fakta Unik Tentang Lagu Indonesia Raya

Sekolahnews.com – Setiap negara memiliki lagu kebangsaannya masing-masing yang menunjukkan identitas bangsa dan budayanya. Salah satunya negara kita Indonesia yang memiliki Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Nah sudahkah kamu mengenal lagu kebangsaan kita ini?

Dan berikut adalah fakta-fakta unik tentang lagu Indonesia Raya :

1. Tergugah karena sebuah majalah

Berdasarkan sumber dari Kemendikbud, lagu Indonesia Raya pertama kali dibuat ketika W.R. Soepratman membaca sebuah artikel di Majalah Timboel terbitan Solo. Artikel tersebut memuat sebuah kalimat yang kurang lebih seperti ini, “Manakah komponis Indonesia yang bisa menciptakan lagu kebangsaan Indonesia yang bisa membangkitkan semangat rakyat Indonesia?”

Setelah membaca artikel tersebut, W.R. Soepratman merasa tergugah untuk membuat sebuah lagu kebangsaan yang kita kenal sekarang ini. Hingga akhirnya di tahun 1924 pada umur 21 tahun, lirik dan not lagu Indonesia raya berhasil diciptakan dengan alunan biolanya.

2. Dibuat oleh seorang komponis muda yang jenius

W.R. Soepratman sedari kecil sudah terbiasa dengan dunia musik. Soepratman kecil tertarik dengan musik ketika mengikuti kakaknya Roekijem Soepratijah dan kakak iparnya Willem van Eldik ke Makassar. Setiap harinya sepulang sekolah, Soepratman selalu belajar memetik gitar dan biola dari kakak iparnya Willem van Eldik. Melihat bakat adiknya, Willem pun memberikan biolanya kepadanya sebagai kenang-kenangan serta pendorong untuk mengembangkan bakatnya.

Lalu masa-masa muda Soepratman pun dihabiskan dengan bekerja sebagai musisi di grup musik jazz Black and White Jazz Band pada sebuah restoran di Makassar. Hingga suatu hari idealisme Soepratman pun berubah dan memiliki keinginan untuk memperjuangkan bangsa sehingga ia pun terjun kedunia jurnalistik pada umur 20 tahun

3. Aktif juga menjadi wartawan

W.R. Soepratman pun pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Selain bekerja menjadi wartawan Soepratman juga aktif bekerja sebagai pemain biola lepas. Lalu ia pun pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai editor di sebuah media baru bernama Biro Pers. Dalam masa tersebut, ia mulai tertarik pada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan seperti Ir. Soekarno dan Dr. Soetomo.

Selain menulis lagu Indonesia Raya, Soepratman pun sempat menerbitkan beberapa karangan seperti Perawan Desa, Darah Muda dan Kaum Fanatik. Ia juga aktif di beberapa media, seperti Pemberita Makassar, Pelita Rakyat (Makassar), dan Sin Po (Jakarta).

4. Direkam dalam dua versi

Setelah menulis lagu Indonesia Raya pada tahun 1927, W.R. Soepratman ingin mengabadikan lagu yang telah dibuatnya dalam bentuk rekaman. Ia pun menghubungi studio rekaman milik Yo Kim Tjan untuk melakukan rekaman.

Setelah berdiskusi dengan Soepratman, Yo Kim Tjan mengusulkan ide untuk membuat dua versi rekaman lagu. Versi asli yang dinyanyikan langsung oleh W.R. Soepratman dengan biolanya dan versi kedua dalam bentuk irama keroncong karena saat itu sedang populer di kalangan pemuda.

5. Lirik yang diganti sebanyak 3 kali

Lirik Indonesia Raya telah mengalami perubahan sebanyak 3 kali yaitu versi asli yang dibuat W.R. Soepratman, lirik resmi yang diumumkan oleh pemerintah pada tahun 1958, dan lirik modern yang digunakan hingga saat ini.

Perbedaannya sendiri terletak pada lirik versi asli yang menggunakan ejaan lama dan terdapat kata “Mulia, Mulia” yang menggantikan kata “Merdeka, Merdeka”, lalu pada versi 1958 yang masih menggunakan ejaan lama tapi telah menggunakan kata “Merdeka” dan versi modern yang telah menggunakan EYD .

6. Pertama kali diperdengarkan

Lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan saat Kongres Pemuda II. Pada malam penutupan kongres tepatnya tanggal 28 Oktober 1928, W.R. Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta kongres.

Dilakukan secara instrumental karena Soegondo Djojopuspito selaku pemimpin kongres khawatir akan larangan kolonial Belanda m karena kandungan lirik dalam lagu tersebut. Tetapi walau dalam bentuk instrumental dengan biola, semua peserta yang hadir terpukau mendengarnya.

7. Awalnya dianggap lagu biasa

Setelah diperdengarkan di depan umum, dengan cepat lagu Indonesia Raya terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres atau pertemuan, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan.

Sehingga kolonial Belanda yang awalnya hanya menganggap lagu biasa menjadi ancaman dan dilarang dinyanyikan atau diperdengarkan di muka publik pada tahun 1930.

8. Dilakukan beberapa kali aransemen

Naskah lagu Indonesia Raya pertama kali disebarkan pada koran Sin Po edisi bulan November 1928 dengan tangga nada C (natural) dan dengan catatan “Djangan Terlaloe Tjepat” serta pada sumber lain juga ditulis oleh W.R. Soepratman dengan tangga nada G dan dengan irama Marcia. Lalu pada tahun 1950, Lagu Indonesia Raya diaransemen oleh Jos Cleber dengan irama Maestoso con bravura (kecepatan metronome 104) yang diberi masukan langsung oleh Presiden Soekarno.

Kemudian pada 1 Januari tahun 1992 oleh Presiden Soeharto direkam kembali secara stereo di Bandar Lampung serta pada Mei 1998 diaransemen secara digital di Australia dibawah konduktor Addie Muljadi Sumaatmadja yang berkerjasama dengan Twilite Orchestra dengan durasi selama 1-menit 47-detik.

9. Aturan mendengarkan lagu Indonesia Raya

Lagu Indonesia Raya diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor: 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Dan di Yogyakarta terdapat peraturan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 29/SE/V/2021 untuk memperdengarkan lagu kebangsaan tersebut setiap jam 10.00 WIB dan disiarkan dua kali di seluruh jaringan TV dan radio di seluruh Yogyakarta di ruang publik seperti kantor, sekolah, dan fasilitas umum.

10. Rekaman asli Indonesia Raya dan Biola W.R. Soepratman kini

Saat ini rekaman asli Indonesia Raya disimpan di Museum Benteng Heritage Tangerang dalam bentuk piringan hitam versi keroncong. Untuk versi asli dan versi keroncong sebenarnya masih disimpan oleh Yo Kim Tjan hingga kemudian berhasil disita Belanda dan hanya menyisakan piringan asli versi keroncongnya saja.

Lalu untuk biola W.R. Soepratman yang dimainkan saat Kongres Sumpah Pemuda II saat ini disimpan di Museum Sumpah Pemuda Jakarta sebagai sebuah warisan budaya Indonesia dan telah ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional.(goodnewsfromindonesia.id).