Dulu, Ketika Sri Lanka Belum Bangkrut dan Cukup Kaya…

Krisis Sri Lanka yang membuat negara bangkrut, demo berjilid-jilid, hingga warga merangsek masuk istana presiden, jauh berbeda dibandingkan situasi sebelumnya.

Dikutip dari kantor berita AFP pada Rabu (6/7/2022), Sri Lanka dulu adalah negara yang cukup kaya.

Sri Lanka dulunya negara berpenghasilan menengah, PDB per kepala sebanding dengan Filipina dan membuat iri India, negara tetangga di Asia Selatan.

Sebelum Sri Lanka krisis, hampir semua rumah tangga di ibu kota Colombo mampu membeli gas.

Namun, setelah Sri Lanka bangkrut, warga ramai-ramai beralih ke kayu bakar.

Penebang kayu bernama Selliah Raja (60) mengaku sampai kewalahan memenuhi pesanan yang menumpuk.

“Sebelumnya kami hanya punya satu pelanggan–restoran yang memiliki oven berbahan bakar kayu–tetapi sekarang ada begitu banyak (pembeli), kami tidak dapat memenuhi permintaan,” ungkapnya kepada AFP.

Dia menambahkan, pemasok kayunya di provinsi-provinsi menaikkan harga dua kali lipat karena permintaan naik tajam dan biaya transportasi melonjak tinggi.

“Sebelumnya, pemilik tanah membayar kami untuk mencabut pohon karet yang tidak lagi produktif,” kata penebang pohon lainnya bernama Sampath Suchhara kepada AFP di desa Nehinna yang ditumbuhi teh dan karet.

“Sekarang, kita harus membayar untuk mendapatkan pohon-pohon ini,” lanjutnya.

Oleh karena Sri Lanka yang dulu relatif kaya tetapi kini menderita krisis ekonomi, warga mulai beralih ke energi alternatif.

Orang-orang yang dulu memasak memakai gas kini beralih ke kayu bakar, dan yang biasanya menggunakan listrik sekarang melirik opsi lain.

Dampak Sri Lanka bangkrut antara lain langkanya BBM dan pemadaman listrik berkepanjangan, karena pemerintah kehabisan dollar untuk mengimpor bahan bakar serta barang-barang pokok lainnya.

Pengusaha bernama Riyad Ismail (51) contohnya. Dia mengungkapkan bahwa permintaan untuk energi alternatif meningkat. Penjualan tungku kayu bakar yang ia ciptakan pada 2008 tiba-tiba melonjak.

Dia memasang kipas listrik bertenaga baterai kecil untuk meniupkan angin ke tungku buatannya guna memastikan pembakaran lebih baik, sehingga mengurangi asap dan jelaga dari pembakaran kayu bakar tradisional.

Merek produk ciptaannya ada dua, Ezstove untuk kelas atas dan Janalipa yang diproduksi massal. Janalipa menggunakan arang kelapa dan menjamin penghematan minimal 60 persen

Kedua produknya masing-masing berharga 20 dollar AS (Rp 299.500) dan 50 dollar AS (Rp 748.800). Kini dia menjadi penjual besar dan pembeli harus masuk daftar tunggu.

Saking suksesnya, kata Ismail, beberapa tiruan beredar di pasaran.

“Anda akan melihat banyak tiruan desain saya, orang lain ikut-ikutan,” ujar Ismail sambil membuat sate ayam.

(Kompas)