Inilah Penyebab Banjir di Jakarta

SekolahNews — Curah hujan ektrem yang terjadi kemarin diakibatkan oleh perubahan iklim. Hal ini dikatakan oleh  Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal. Banjir awal tahun 2020 yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya karena curah hujan ekstrim (lebih dari 150 mm per hari) yang turun cukup merata di wilayah DKI Jakarta. Kejadian ini sama dengan banjir besar yang terjadi di DKI Jakarta pada 2007 dan 2015 lalu.

“Data 43 tahun terakhir menunjukkan, di wilayah Jabodetabek curah hujan harian tertinggi per tahun mengindikasikan tren kenaikan intensitas 10-20 mm per 10 tahun” ujar Herizal.

Baca juga: Gubernur DKI: Kantor Pemerintah dan Sekolah jadi Tempat Pengungsian Korban Banjir

Menurut dia, curah hujan ekstrem awal tahun 2020 merupakan salah satu kejadian hujan paling ekstrim selama ada pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya dan ini merupakan curah hujan ekstrem tertinggi sejak 1866, dimana curah hujan 377 mm/hari terjadi Halikm Perdana Kusuma.

Hingga Jumat pagi, sebanyak 30 orang meninggal dunia dan lebih dari 31.000 orang mengungsi dari 158 kelurahan yang terdampak, dimana wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat merupakan wilayah terbanyak, masing-masing 65 dan 30 kelurahan.

Sebaran curah hujan ekstrem tersebut, lanjut Herizal, lebih tinggi dan lebih luas dibandingkan kejadian banjir Jakarta pada 2007 dan 2015.

Banjir dan curah hujan ekstrem tak hanya terjadi di DKI Jakarta, melainkan beberapa daerah lain seperti Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Lebak. Pantauan radar cuaca pun menunjukkan potensi awan hujan cukup tebal terjadi di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. “

Analisis meteorologis pada 01 Januari 2020 pagi hari menunjukkan curah hujan tinggi tidak biasanya tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara / pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara,” kata Herizal.

ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya.

Beberapa aspek fenomena meteorologis yang biasanya menyertai curah hujan tinggi di Jakarta, dapat sebagai penyebab individual atau kombinasi antar beberapa fenomena atmosfer sekaligus.

Fenomena itu di antaranya, ITCZ, MJO, suhu muka laut lebih hangat, penguatan aliran monsun lintas ekuator, La Nina, dan seruakan dingin Asia (cold surge).

Banyak faktor penyebab banjir Jakarta

Penyebab banjir di Jakarta sejatinya bukan hanya masalah curah hujan ekstrem dan fenomena meteorologis. Akan tetapi, ada beberapa faktor lain seperti besarnya limpasan air dari daerah hulu, berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir.

Selain itu, permasalahan menyempit dan mendangkalnya sungai akibat sedimentasi dan penuhnya sampah, rendaman rob akibat permukaan laut pasang serta faktor penurunan tanah (ground subsidence) yang meningkatkan risiko genangan air.

Akan tetapi, curah hujan ekstrem menjadi penyebab paling dominan banjir yang terjadi di Jakarta. Semua pihak dan masyarakat diimbau tetap waspada terhadap peluang curah hujan tinggi yang masih mungkin mengingat puncak musim hujan diprakirakan akan terjadi pada bulan Februari hingga Maret.

Baca juga: BMKG Perkirakan Gelombang Tinggi dan Hujan Lebat

Selain itu, masih terdapat peluang fenomena gelombang atmosfer ekuator atau Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruak dingin yang dapat terjadi sebagai variabilitas iklim dimusim hujan kali ini.

“BMKG mendefinisikan puncak musim hujan sebagai periode dimana akumulasi curah hujan mencapai jumlah tertinggi pada suatu dasarian untuk tiap zona musim,” ujar Herizal.

Pemerintah dan masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadarannya terhadap lingkungan dan semua persoalan yang menjadi penyebab banjir Jakarta, dan secara umum terhadap risiko bencana terkait iklim dan cuaca (hidrometeorologi) di masa mendatang.