Ivan Junianto, Guru Serba Bisa di Desa Terpencil

Sekolahnews.com –  Menjadi guru bukan hanya sekadar profesi yang dijalankan Ivan Ar Junianto, 31 tahun. Baginya, menjadi guru adalah sebuah pengabdian. Ia ingin membantu para siswa menjadi sosok yang pintar untuk bekal menggapai masa depan.

Ivan sudah menjadi guru honorer sejak 2007. Ia ditugaskan mengajar di SDN Cibungur Kelas Jauh Cijuhung. Sekolah ini berada di daerah terpencil dekat Bendungan Cirata, tepatnya di Desa Bojongmekar, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Perahu dan rakit atau getek adalah satu-satunya andalan transportasi warga di daerah ini.

Bacajuga: Kisah Guru Avan Tetap Mengajar

Ivan sendiri tinggal di Kampung Ciwaru. Jarak antara rumah dengan sekolah tempatnya mengajar cukup jauh. Ia sendiri mengaku tak pernah tahu berapa jaraknya. Sebab, ia hanya fokus pada satu tujuan, yaitu mengajar tanpa berpikir panjang soal jarak tempuh.

Jika berjalan kaki, dari rumah menuju sekolah butuh waktu sekitar satu jam. Itu jika kondisi jalan dalam keadaan kering. Jika basah karena hujan atau saat hujan, perjalanan bisa jauh lebih lama. Kegiatan ini dilakoninya tahun 2007-2009.

Sejak 2010, Ivan menggunakan sepeda motor untuk berangkat dan pulang mengajar. Ia menggunakan motor bebek milik sang ayah. Namun, karena medan yang ditempuh cukup berat, sepeda motor itu sepeda motor itu sampai harus dimodifikasi agar lebih nyaman dipakai. Ia butuh waktu minimal 45 menit dari rumah ke sekolah. Itu karena ia tak bisa memacu kuda besinya dengan kecepatan tinggi.

Pria kelahiran Subang, 3 Juni 1989 itu ternyata memiliki banyak keahlian dalam mengajar. Sebab, ia merupakan guru kelas yang harus serba bisa. Meski ia berlatar belakang pendidikan Bahasa Indonesia, ia harus terampil mengajar mata pelajaran lain di luar bahasa Indonesia.

Di SDN Cibungur Kelas Jauh sendiri hanya ada tiga guru yang mengajar. Semuanya menempuh perjalanan melelahkan seperti Ivan karena rumah mereka pun jauh. Namun, semua bahu-membahu agar pendidikan di sana bisa tetap berjalan sesuai harapan.

Selain mengajar di SD, ia juga mengajar SMP kelas jauh yang ada di lokasi. Berbeda dengan di SD, di SMP ia mengajar beberapa mata pelajaran saja. Sehingga, dalam sehari, ia tak hanya mengajar siswa SD. Siswa SMP juga diajarnya.

“Kalau SMP saya ngajar bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sama komputer,” ungkapnya.

Mayoritas murid-muridnya adalah para pendatang yang bekerja di kawasan perkebunan. Untuk datang ke sekolah, mereka juga harus menempuh perjalanan cukup jauh. Jika berjalan kaki, mereka butuh waktu minimal 30 menit. Kalau menggunakan perahu biayanya sekitar Rp25 ribu sekali jalan.

Sementara sejak adanya pandemi COVID-19, Ivan tetap menempuh perjalanan ke Cijuhung beberapa hari sekali. Ia akan ke sana dan berkeliling ke rumah siswa untuk mengambil tugas yang diberikan secara daring.

Cara mengajar seperti itu dirasa kurang maksimal. Ia lebih nyaman mengajar secara tatap muka, begitu juga siswa. Sebab, belajar tatap muka jauh lebih efektif. Sementara belajar daring cukup terkendala dengan sinyal di lokasi yang tergolong buruk.

Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa mengajar dengan cara seperti itu sesuai instruksi dari instansi terkait. Sebab, mengajar tatap buka belum diperbolehkan sampai sekarang. Ivan masih berstatus sebagai guru honorer dengan gaji sekitar Rp500 ribu per bulan.

Namun, ia tak berkecil hati. Gaji yang kecil tak pernah sekalipun menyurutkan langkah dalam mengajar. Sebab, kembali pada motivasi dan cara pandangnya melihat profesi guru.

“Motivasi yang membuat saya tetap bertahan adalah anak-anak, para siswa di sana. Karena bagaimanapun kondisinya, mereka juga tetap semangat belajar,” ungkap Ivan.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di NTT Berjualan Sayuran dan Babi demi Hidupi Keluarga

Beruntung, ia punya istri yang selalu memberi dukungan atas perjuangannya. Apalagi, sang istri juga merupakan guru PAUD. Sehingga, tahu betul rasanya berjuang dan kenikmatan mengajar.

Untuk mengatasi kebutuhan keuangan, Ivan memiliki usaha sampingan. Ia berjualan gorengan di rumahnya. Ini jadi cara agar ia bisa mendapatkan uang tambahan dengan cara halal.

Ivan bukan tak mau menjadi PNS. Bahkan, usaha menjadi PNS tak sekali dilakukannya setelah 13 tahun menjadi guru honorer.

“Saya sudah dua kali ikut tes CPNS. Tapi belum rezekinya,” tuturnya. (Sumber:beritabaik.id).