Mengenang Tsunami Aceh 16 Tahun Lalu

Sekolahnews.com – Tsunami Aceh yang merupakan bencana alam terbesar itu terjadi pada 26 Desember 2004. Gelombang tsunami menyapu pesisir Aceh pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia. Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah.

16 tahun yang lalu, tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.

Gelombang besar ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan. Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.

Berdasarkan Kompas.com (26/12/2020), jumlah korban dari peristiwa alam tsunami Aceh tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.

Gempa dan tsunami di Minggu pagi itu tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara, tapi juga wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand.

Tsunami terbentuk oleh perpindahan air, tanah longsor, letusan gunung berapi, atau, seperti dalam kasus ini, selipnya batas antara dua lempeng tektonik bumi. Lempengan batu setebal 15 sampai 200 meter yang membawa benua dan lautan bumi di samudra bawah tanah dengan material semi-padat yang jauh lebih panas.

Tsunami Samudra Hindia pada 26 Desember 2004 disebabkan oleh selip sekitar 600 mil (1.000 kilometer) dari batas antara lempeng India dan Burma di lepas pantai barat Sumatera bagian utara menurut laman CNN

Untuk mengenang gempa dan tsunami Aceh, pemerintah pun mendirikan Museum Tsunami pada 2008 lalu. Arsiteknya adalah Ridwan Kamil yang kala itu masih seorang dosen dari Institut Teknologi Bandung.

Museum itu mengambil konsep rumah tradisional Aceh. Isi museumnya terdapat foto-foto korban dan kisah dari para survivor bencana gempa dan tsunami Aceh serta berbagai ornamen bernuansa Islami.