“Perang Kota”: Cinta, Pengkhianatan, dan Perjuangan di Medan Tempur

Sekolahnews – Sebuah karya terbaru dari penulis dan sutradara peraih 2 Piala Citra Mouly Surya, “Perang Kota”. Film produksi Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures dari adaptasi “Jalan Tak Ada Ujung” karya Mochtar Lubis ini akan menghadirkan kisah cinta segitiga di tengah kekacauan perang di kota Jakarta di tahun 1946. Mempertaruhkan cinta dan perjuangan yang diselimuti pengkhianatan.

“Perang Kota” menyajikan interpretasi kontemporer untuk memaknai nuansa vintage Jakarta dengan lanskap bangunan tuanya namun dipenuhi oleh karakter-karakter yang dinamis dengan gaya busananya yang modis. Jakarta era ’40-an ditampilkan dengan kontras penuh warna dan kota yang muram, menunjukkan suasana kota yang penuh gejolak di tengah peperangan.

Setahun setelah Indonesia merdeka, Jakarta menjadi medan perang antara pejuang kemerdekaan dan tentara Sekuut yang ditunggangi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Razia, penangkapan, penembakan, hingga bakar-bakaran. Situasi begitu mencekam, sampai-sampai ibukota pindah darurat ke Yogyakarta.

Perang terjadi di tengah kota. Pertempuran kecil di mana-mana jadi pemandangan sehari-hari. Banyak keluarga kehilangan anggota keluarga mereka, sementara hidup  harus terus berjalan. Ekonomi hancur, bahan makanan, susah didapat, harga melambung tinggi.

Ditengah semua itu, Isa (Chicco Jerikho) berjuang untuk keseharian di kota yang terus berperang, Fatimah (Ariel Tatum) bertahan dari perang batinnya, dan Hazil (Jerome Kurnia) bersikeras dengan semangat perjuangannya. Ketiga karakter utama ini menampilkan intrik yang tak hanya berkelindan di antara kekacauan kota, namun juga batin yang berkecamuk. Fatimah mendamba kehangatan dariIsa, sementara Isa, yang terkena dampak trauma, tak bisa memberikan kepuasan batin bagiistrinya. Hazil, pemuda yang tengah bergairah menjadi pelampiasan hasrat Fatimah.

Mouly Surya meramu intrik cinta segitiga dengan perjuangan dan pengkhianatan dengan lugas namun tetap luwes. Pergerakan kamera dari sinematografer peraih empat nominasi Sinematografi Terbaik FFI Roy Lolang juga membawa visual konflik batin dan perang menjadi rasio aspek 4:3 yang berfungsi sebagai perangkat estetika sekaligus naratif-menambah kesan klasik dan bentuk yang hampir persegi menciptakan suasana intim dan fokus pada karakter.

Chicco Jerikho, yang memerankan Isa mengungkapkan karakternya memiliki dimensi berlapis. Pada satu sisi, Isa harus menghadapi masalah impotensinya, namun di satu sisi ia juga harus tetap berjuang melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. “Isa di film ini memiliki spektrum yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang ada di bukunya. Mouly memberikan multi-dimensi untuk karakter Isa yang harus saya refleksikan di dalam film. Ia sosk yang flamboyan, pejuang, tetapi juga punya perjuangannya sendiri di rumah tangganya bersama Fatimah. Dengan sisi tragisnya yang tak ada ujungnya.”

Sementara itu, Ariel Tatum mengatakan karakter Fatimah di film ini tidak ditempatkan sebagai sepenuhnya antagonis, meski ia melakukan pengkhianatan terhadap suaminya, Isa. Fatimah harus berjuang dengan kegundahan batinnya dalam kehidupan rumah tangganya. “Di bukunya, Fatimah adalah ibu rumah tangga yang berselingkuh dengan Hazil, teman seperjuangan suaminya, Hazil. Namun Mouly memberikan sedikit transformasi di filmnya. Fatimah membawa persona sosok permepuan yang tangguh dan mewakili perempuan pada masanya. Fatimah adalah sosok yang kuat, dan keras, dan saya bangga Mouly menerjemahkan Fatimah sebagai sosok perempuan yang memiliki daya resiliensi yang tangguh di tengah perang yang berkecamuk.”

Ini juga  menjadi film pertama dari Indonesia yang menggunakan format audio Dolby Atmos, yang akan memberikan pengalaman menonton lebih imersif dan sinema absolut. Sementara itu tata suara dikerjakan oleh sound designer asal Prancis Vincent Villa di Kamboja. Vincent Villa sebeumnya juga banyak terlibat di film-film peraih penghargaan dan berkompetisi di festival film internasioanl. Untuk sound foley, film ini dikerjakan oleh Yellow Cab di Paris. Yellow Cab merupakan slaah satu studio desainer foley terbaik di dunia, yang turut mengerjakan film pemenang 2 Piala Oscar “Emilia Perez” dan “Fight Club”.

“Perang Kota” diproduseri Chand Parwez Servia, Fauzan Zidni, Tutut Kolopaking dan Rama Adi, serta Willawati sebagai produser eksekutif. Film ini juga turut diko-produseri produser Indonesia dan internasioanl, di antaranya Anthony Chen, Tan Si En, Denis Vaslin, Fleur Knopperts, Isabelle Glachant, Ingrid Lill Hogtun, Marie Fuglestein Laegreid, Linda Bolstad Stronen, Bianca Balbuena, Bradley Liew, Axel Hadiningrat, Giovanni Rhamadewa, Siera Tamihardja, dan Loy Te.

“Perang Kota” akan tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai 30 April 2025.