Review: The Northman

“The Northman” hampir seperti jika penggemar Viking benar-benar dibawa ke periode waktu itu hanya untuk terkejut dan terkesima oleh kenyataan pahit yang mereka temukan. Film ini seperti menyadarkankita dari kecenderungan meromantisasi sejarah, tetapi Robert Eggers memutuskan untuk melakukan sebaliknya. Kebanyakn respon penonton selama pemutaran perdana sebagian besar ialah “Saya senang tidak hidup selama masa itu”. Seburuk apapun kelihatannya sekarang, film ini akan membuat Anda menghargai di mana kita berada sekarang.

Bahkan dengan kesulitan yang dihadapi perempuan saat ini, itu hanyalah sebagian kecil dari cobaan yang dihadapi di masa lalu ketika peran mereka hanya membuat bayi dan mungkin diperkosa. Tapi ini memang disengaja, penulis/produser/sutradara Robert Eggers sengaja memancing kejutan emosional dari penonton yang membuat film ini lebih bertenaga.

Setelah anda mulai sadar ini bukan film blockbuster biasa, anda bisa melihat ini apa adanya, sebuah karya seni modern dengan pesan yang kuat, dan anda menyadari betapa suram dan singkatnya hidup mereka.

Pada saat itu tidak ada hiburan, tidak banyak orang di luar lingkungan mereka yang bisa diajak bicara, sangat sedikit pengaruh dunia luar. Ini adalah siklus hidup yang sangat singkat dan terbatas. Bicara tentang hiburan, apa yang biasanya dilakukan orang-orang itu untuk mengisi waktu? membuat hiburan mereka sendiri dengan cara yang sangat “kreatif”. Dan kekejaman manusia yang paling mendasar, ketika tidak ada peradaban untuk menahan kekejaman itu, dapat meresapi kedalam bawah sadar kita.

Ada banyak budaya di dunia yang memandang rendah budaya lain yang tidak menyadari sejarah mereka sendiri, dan “The Northman” benar-benar mengeksplorasi perbudakan sebagai bagian besar ekonomi Viking, aspek utama dari cerita ini. Setelah film ini dan “Midsommar”, dimana sutradara Ari Aster mendalami sejarah suku-suku Swedia, Anda tidak akan melihat Eropa Utara sama lagi.

Ini bukan film yang menghibur, tetapi ini adalah pelajaran sejarah mendalam yang luar biasa yang benar-benar meresapi kita. Anda mungkin menganggap ini “Braveheart” dan “Spartacus” yang baru, tetapi itu hanyalah buku anak-anak dibandingkan dengan realita. Menyaksikan evolusi kebenaran, hiburan, dan kisah-kisah yang kita ceritakan sungguh keren.

Aspek menarik lainnya dari film ini, Amleth (Alexander Skarsgard) terobsesi dengan warisan keluarga, karena hidup ini sangat singkat, dia dedikasikan untuk melestarikan garis keluarga. Ternyata ini adalah kisah nyata tentang Amleth, Pangeran Denmark yang menginspirasi William Shakespeare untuk membuat “Hamlet”, salah satu dramanya yang paling sukses. Itulah yang mengubah pengalaman menonton dari perspektif yang berbeda.

Eggers dan kolaboratornya Sjón, yang sering bekerja sama dengan Bjork, memasukkan Shakespeare sebagai unsr penting dari film ini,. “The Northman” adalah kombinasi dari Shakespeare, mitos Viking, History Channel yang dibawa ke dalam film mainstream. Mereka benar-benar mengambil cerita ini dengan sangat serius bukan untuk menghibur, tetapi untuk mendidik dan membawa kita ke tempat dan waktu yang nyata ini.

Alexander Skarsgard mengerahkan kemampuan terbaiknya sebagai Amleth. Dia benar-benar menjelma pangeran Viking dari fisik, suara, keganasan, dan sensitivitasnya. Ethan Hawke dan Nicole Kidman memberikan akting yang singkat tapi kuat sebagai orang tua Amleth, Aurvandill dan Gudrún. Anya Taylor-Joy, yang memulai debutnya di film Eggers “The Witch”, memberikan layer yang kompleks sebagai kekasih Amleth, Olga. Bjork memiliki satu adegan yang benar-benar memesona, karakternya bisa jadi tampak konyol dengan aktris yang salah, tapi Bjork membuatnya mudah dipahami. Claes Bang mampu mengimbangi peran Skarsgard sebagai antagonis Fjölnir. Ada adegan mereka berdua bertarung di lubang lava dengan tombak dan pedang yang sangat memukau.