Tari Seudati, Tari Tradisional Aceh yang Penuh Semangat dan Sarat Makna

Sekolahnews.com – Tari Seudati merupakan tari tradisional asal Aceh yang pada pementasannya dibawakan oleh sekelompok laki-laki. Uniknya, tari ini dilakukan tanpa musik pengiring melainkan diiringi oleh syair penuh makna yang dilantunkan oleh dua orang dan didukung gerakan penari yang menimbulkan suara seperti tepukan dada dan pinggul serta hentakan kaki dan jentikan jari.

Tarian yang telah ada sejak abad ke-16 ini menjadi salah satu tari legendaris dengan banyak pesan moral dan bahkan digunakan sebagai media dakwah serta dikenal sebagai tari pengobar semangat para pemuda Aceh kala itu untuk melawan penjajah pada era kolonial Belanda. Bagaimana sejarah, fungsi, hingga makna yang terkandung pada tari Seudati? Mari cari tahu pada ulasan berikut!

Sejarah Tari Seudati

Tidak terdapat catatan sejarah yang jelas mengenai kapan tari Seudati diciptakan. Namun, berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, tari Seudati telah berkembang sejak abad ke-16 atau saat agama Islam masuk ke Aceh.

Berbicara mengenai sejarah tari Seudati tentu tak lepas dari daerah asalnya yaitu Desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie, Aceh.

Pada awalnya tarian ini diprakarsai oleh seorang tokoh yang bernama Syeh Tam. Lalu, kemudian tari Seudati pun menyebar ke desa lain di Kabupaten Pidie yaitu Desa Didoh di Kecamatan Mutiara yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh dan membuat tari ini kian populer dan mulai menyebar ke wilayah Aceh lainnya.

Seudati sendiri dianggap sebagai bentuk baru dari tari Ratoh atau Ratoih yang sering kali dipentaskan pada acara lomba sabung ayam. Tak hanya itu saja, tari ini juga sering dipentaskan saat akan menyambut datangnya bulan purnama dan panen.

Hingga kemudian agama Islam masuk ke Aceh dan terjadi akulturasi budaya dan agama sehingga terbentuklah tarian yang dikenal dengan Seudati.

Tari Seudati juga termasuk ke dalam kategori tari perang (Tribal War Dance) karena syair yang dilantunkan serta gerakan penari yang energik dapat mengobarkan semangat para pemuda Aceh sehingga terpacu untuk melawan penjajah. Sebagaimana Tari Saman, tari ini sempat dilarang pada era kolonial Belanda dan baru diperbolehkan untuk dimainkan kembali setelah kemerdekaan Indonesia terwujud.

Awalnya Seudati ini hanya populer di daerah pesisir saja. Namun seiring waktu perkembangannya semakin luas. Tari yang dulu hanya dipentaskan saat acara adat tertentu, kini mulai dipentaskan saat acara pernikahan, festival budaya, hingga promosi wisata di Aceh. Bahkan tari ini pun menjadi salah satu kesenian nasional yang membanggakan dan dikenal hingga ke mancanegara.

Mengandung keunikan dan sarat akan nilai budaya, pada 2014 tari Seudati ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Aceh. Selain itu kini juga sedang diusulkan pada UNESCO untuk menjadi salah satu Warisan Seni Budaya Tak Benda Dunia.

Asal-Usul Nama Tari Seudati

Terdapat beberapa versi terkait asal-usul dan makna nama Seudati. Ada yang berpendapat jika nama tarian ini berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti syahadati atau syahadatin yang merupakan kalimat pengakuan pada keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di samping itu ada juga yang berpendapat jika Seudati ini berasal dari bahasa Aceh yaitu Seurasi yang bermakna ‘harmonis atau kompak’. Tak hanya itu saja, tarian yang satu ini juga kerap kali dihubungkan dengan bahasa Tarekat yaitu dari kata ‘ya sadati’ yang artinya adalah ‘Wahai, Tuan Guru’.

Komponen Tari Seudati

  • Jumlah penari dalam tari Seudati berjumlah minimal 8 orang sebagai penari utama yang mana masing-masing akan memerankan peran yang berbeda-beda.
  • Peran tersebut antara lain satu orang pemimpin yang disebut syeh.
  • Dua orang menjadi apeetwie atau pembantu syeh yang ditempatkan di sebelah kiri, satu orang menjadi apeet bak atau pembantu syeh yang ditempatkan di belakang serta tiga orang lainnya sebagai pembantu biasa.
  • Dua orang pelantun syair sebagai pengiring para penari yang disebut dengan aneuk syahi.
  • Dalam pementasannya, terdapat beberapa babak yang akan dimainkan yaitu Saleum aneuk, Saleum syeh, Likok, Saman, Kisah, Lanie (Gambus pembuka) dan Gambus penutup.
  • Syair-syair Seudati menggunakan sajak a-b-a-b dan berisi berbagai pesan seperti pesan agama Islam, pesan adat Aceh, pembakar semangat dan kisah sejarah Aceh.
  • Pada perkembangannya isi syair pada tari Seudati dapat disesuaikan. Bahkan jika syeh atau aneuk syahi telah berpengalaman dan handal maka mereka dapat menciptakan syair secara spontan saat pementasan berlangsung.
  • Penari Seudati menggunakan baju dan celana berwarna putih. Dilengkapi dengan aksesoris berupa kain songket yang dililitkan di pinggang hingga ke paha, rencong di bagian pinggang dan tengkulok (ikat kepala) berwarna merah.

Fungsi dan Makna Tari Seudati

Makna tari Seudati melambangkan kegigihan, keteguhan, semangat serta jiwa kepahlawanan dari pria Aceh. Oleh karena diciptakan saat Islam masuk ke Aceh, pada saat itu tari Seudati memiliki sejumlah fungsi, yaitu:

  • Fungsi utama sebagai media dakwah.
  • Fungsi pendidikan, yakni untuk mengajarkan nilai moral kepada masyarakat lewat syairnya yang sarat akan makna kehidupan.

Sehingga masyarakat yang menyaksikan pementasan bukan hanya akan terhibur melainkan juga dapat mengambil makna serta pesan moril yang berguna bagi kehidupannya.(goodnewsfromindonesia.id).