UNESCO Tetapkan Pencak Silat Sebagai Warisan Budaya Takbenda

SekolahNews — Jakarta, Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pencak silat ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Sidang ke-14 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, pada Kamis, 12 Desember 2019 telah menetapkan usulan Indonesia yaitu tradisi pencak silat (traditions of pencak silat) ke dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, UNESCO.

Capaian ini diharapkan menjadi manfaat bagi bangsa Indonesia untuk lebih mempopulerkan tradisi pencak silat melalui tarian dan film.

“Prosesnya panjang, 2017 secara formal Kemendikbud membawa usulan masyarakat kepada UNESCO agar pencak silat dimasukkan dalam daftar representatif warisan budaya takbenda untuk kemanusiaan,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid saat memberikan keterangan pers di kantor Kemendikbud, Jakarta (13/12/2019).

Baca juga: Silat Harimau, Menjaga Nilai Luhur

Hilmar Farid menekankan bahwa selanjutnya yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat melestarikan tradisi pencak silat, karena UNESCO akan memantau hal tersebut secara berkelanjutan. “UNESCO akan melihat tradisi ini berkembang atau tidak. Itulah yang dinilai dari waktu ke waktu, sejauh mana masyarakat itu masih menghidupkan praktek kebudayaan itu,” tegasnya.

Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kemendikbud mengatakan, pengakuan tradisi pencak silat di mata dunia sudah semestinya menjadi momentum untuk melindungi, mempromosikan, dan mengedukasi generasi penerus bangsa sebagai kontribusi bagi peradaban dunia.

Pencapaian tradisi pencak silat di pentas dunia, kata Hilmar, sangat penting karena pencak silat dinilai telah berkontribusi dalam peradaban dunia.

“Pencak itu kan sangat menarik perhatian, banyak pesilat yang kita kirim ke luar negeri. Banyak film yang saat ini koreografinya silat. Semoga semakin banyak pesilat yang bisa berkontribusi membawa budaya Indonesia ke luar negeri karena dengan pencapaian ini, publik di luar juga makin mengenal tradisi pencak silat”.

Sebagai upaya pelestarian, Pendiri Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MPSI) Wahdat Mardi Yuana mengungkapkan, pihaknya sudah mengadakan temu pendekar, workshop dan temu tokoh. “Kami pun mulai rajin mendokumentasikan. Pencatatan dan pengkajian, kita upayakan teman-teman silat kita lebih cerdas dalam hal ini. Tahun depan ada 12 pertemuan yang melibatkan lebih dari 40 aliran di Indonesia,” kata Wahdat yang optimis pencak silat akan masuk sebagai salah satu cabang dalam Olimpiade tahun 2032.

Arief Rachman mendukung upaya MPSI dalam melestarikan tradisi pencak silat. Ia berharap adanya upaya yang jauh lebih luas dan masif sehingga tradisi ini makin dikenal dan dinikmati oleh makin banyak masyarakat dunia. “Dokumentasi jangan hanya mengumpulkan data tentang pencak silat tapi juga melakukan kajian ilmiah yang selanjutnya diterjemahkan dalam beragam bahasa,” tekan Arief Rahman di hadapan media massa.

Selain itu, Wahdat mengungkapkan harapannya supaya pemerintahan dapat membantu memposisikan tradisi pencak silat pada level pemanfaatan dan pelestarian yang lebih besar. “Jika pemerintah sudah menginstruksikan pada satu instansi misalnya untuk menerapkan pencak silat maka dampak pelestarian atas tradisi ini terasa lebih signifikan. Tidak perlu muatan lokal, bahkan itu sudah menjadi muatan wajib.”

Secara luas Pencak Silat dikenal sebagai jenis seni bela diri yang diwariskan dari generasi ke generasi di Indonesia. Istilah pencak silat adalah penggabungan dua kata, yakni pencak dan silat. Jika istilah pencak lebih dikenal di Jawa maka istilah silat lebih dikenal di Sumatera Barat. Sekalipun mirip dalam pemikiran dan prakteknya, masing-masing memiliki kekhasan dari segi gerak, musik pengiring, dan peralatan pendukung.

Dengan ditetapkannya tradisi pencak silat, maka Indonesia telah memiliki sembilan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Delapan elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Angklung (2010); Tari Saman (2011); Noken Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional di Bali (2015); Pinisi, seni pembuatan perahu dari Sulawesi Selatan (2017); ditambah satu program terbaik yaitu Pendidikan dan Pelatihan Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).

Tradisi Pencak Silat Menguatkan Pendidikan Karakter Indonesia

Dalam kesempatan yang berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim bangga atas masuknya tradisi pencak silat sebagai warisan budaya takbenda bidang kemanusiaan versi UNESCO. “Dimasukkannya pencak silat dalam representative list UNESCO tentu adalah kebanggaan bagi kita semua. Perjuangan yang panjang akhirnya membuahkan hasil.”

Menurutnya, ada empat aspek pencak silat, yakni mental-spiritual, pertahanan diri, seni, dan olahraga, yang membuatnya tercatat sebagai salah satu warisan budaya takbenda (intangible cultural heritage) masyarakat Indonesia. “Pencak Silat adalah warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih terus hidup sampai sekarang dan sangat bernilai dalam pembentukan jati diri dan karakter di Indonesia,” ujarnya.

Dirjen Hilmar menyampaikan betapa tradisi pencak silat mampu menguatkan karakter berbudaya di Indonesia karena disinilah generasi muda diajarkan mengendalikan diri, tubuh, dan emosi. Terbukti dengan banyak sekolah yang sudah menjadikan Pencak sebagai ekstrakurikuler.

Baca juga: Pelajar Indonesia Raih Emas pada Kejuaraan Karate di Belgia

“Jika anak-anak mendapat pelatihan yang baik, maka dimensi saling memahami dan toleransi akan terbangun. Kita lihat bahwa di perguruan pencak silat, pengendalian diri itu sangat ditekankan. Bahwa kamu punya kekuatan hebat secara fisik justru harus membuat kamu semakin merendah. Nilai inilah yang berkontribusi besar dalam ketahanan budaya,” terang Hilmar.

Menurut Hilmar, pencak silat adalah suatu tradisi yang membuat orang dan masyarakat bisa mengendalikan segala macam impuls (rangsangan) dan mengarahkannya menjadi energi positif. “Kalau itu dilakukan kita akan memiliki kehidupan sosial yang penuh kerukunan dan solidaritas. Tradisi pencak silat dianggap bisa berkontribusi terhadap bidang kemanusiaan tersebut,” tutup Hilmar.