KOMPETISI DAN KRISIS, DIBENCI TETAPI DIAKUI

KOMPETISI DAN KRISIS, DIBENCI TETAPI DIAKUI

Sekolahnews.com – Kompetisi, mungkin kita sering mendengar kata ini sehari-hari baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja dan sebagainya. Pada kehidupan yang serba otomatis dan digital seperti ini, kompetisi sepertinya tidak bisa dihindari. Sebenarnya apa sih kompetisi itu? Menurut KBBI, dalam artian singkat bisa diartikan semua pihak saling berhadap-hadapan dan ada hasil akhir sebagai pemenang dalam persaingan tersebut.

Kompetisi untuk sebagian orang tentunya tidak disukai mengingat sistemnya yang mengharuskan ada pemenang dan ada yang kalah. Yang menang biasanya akan menguasai lebih banyak dan sebaliknya yang kalah biasanya akan menguasai lebih sedikit. Dalam artian singkat, setiap orang atau individu dinilai dalam label “si menang” dan “si kalah” sehingga individu cenderung mementingkan kepentingan sendiri daripada kebersamaan. Prinsip ini tentu bertentangan dengan utamanya prinsip masyarakat Indonesia yang terkenal dengan gotong-royongnya.

Apakah kompetisi ini sudah ada dari dahulu atau baru-baru saja terjadi belakangan ini? Pertanyaan ini menarik yang tentunya tak bisa dijawab dengan mudah. Menurut saya bisa dinyatakan bahwa nyatanya kompetisi sudah ada dari dahulu kala ketika manusia purba masih ada. Manusia purba dalam satu sisi bersaing dengan alam yang keras karena jumlah mereka yang lebih sedikit jadi mereka harus membentuk suatu sistem agar bisa bertahan hidup. Beberapa jenis (spesies) manusia purba tentunya tidak selamat, namun salah satu spesies yang bernama Homo Sapiens berhasil selamat dan bertahan hingga hari ini.

Selanjutnya manusia beralih kehidupan menetap yang menyebabkan persaingan atau kompetisi yang kelihatannya berkurang, justru menyebabkan persaingan model baru antara pemburu dengan penetap, dan penetap dengan penetap lainnya. Dari sinilah muncul konsep tentang desa, kota dan akhirnya negara. Semua komunitas manusia ini pada akhirnya bersaing untuk memperebutkan sumber daya alam yang semakin terbatas.

Jika kita lihat proses singkat dari atas, manusia selalu bersaing dengan manusia lainnya karena memang memperebutkan kondisi alam yang tetap dengan berbagai cara dan kemampuan mereka masing-masing. Tentunya mereka tak mau punah seperti jenis-jenis manusia purba yang sudah mendahului kita karena alam sendiri punya sistem untuk mengeliminasi makhluk hidup yang kita kenal dengan istilah teori seleksi alam.

Lalu bagaimana hasil akhir dari kompetisi? Kompetisi akan selalu berjalan dengan positif selama pihak-pihak yang berhadapan mengetahui, memahami dan mematuhi aturan-aturan dalam kompetisi tersebut. Jika salah satu pihak atau berbagai pihak mencoba berbuat curang, atau tidak wajar dan pihak lainnya tidak menerima keadaan ini, maka tentunya akan berujung kepada kekerasan yang disebut krisis dan akhirnya konflik.

Krisis dan kompetisi memang tidak dipisahkan karena mereka merupakan sebab dan akibat. Krisis bisa dalam skala besar seperti Perang Dunia II, atau dalam skala kecil seperti ketegangan antara hubungan ibu dan bapak di rumah tangga sehari-hari. Krisis tentunya merugikan semua kalangan baik pihak yang menang ataupun yang kalah, maka dari itu setiap manusia berusaha menghindari krisis yang berujung konflik ini.

Apakah kompetisi dan krisis itu selalu merupakan hal negatif? Menurut opini saya tidak juga. Coba kita bayangkan kita pertama kali belajar sepeda motor, yang tentunya kita mungkin saja tidak satu-dua kali jatuh namun bisa saja berkali-kali jatuh yang menyebabkan seringkali frustasi. Namun kita bangkit lagi dan kita bisa terus belajar dimana titik kesalahan kita. Sehingga pada kesempatan lain kita bisa lebih baik dan lebih baik lagi sampai akhirnya menguasai apa yang kita sedang usahakan itu dalam artian konteks diatas adalah belajar sepeda motor. Bisa disimpulkan jatuh ketika belajar sepeda motor itulah yang disebut krisis. Sedangkan kompetisinya ketika proses dalam belajar sepeda motornya.

Dalam fakta kehidupan sehari-hari bagaimana? Kita bisa ambil contoh dalam sejarah ketika ekonomi Amerika Serikat (yang saya singkat menjadi AS) pada era 1920-an sedang mengalami perkembangan pesat secara spontan jatuh harga di bursa sahamnya dan menyebabkan depresi ekonomi. Kehidupan masyarakat AS mengalami kegoncangan luar biasa dan tidak menentu. Toko dan pusat perbelanjaan serta bank tutup karena kesulitan modal. Singkat kata, AS mengalami kebingungan yang cukup parah pada saat itu dan terlihat sepertinya tidak ada jalan keluar dari krisis.

Disaat seperti ini, AS akhirnya mengubah kebijakan ekonomi yang tadinya ekonomi berbasis pasar bebas dengan minim kontrol dari pemerintah dan pemerintah sekarang turun tangan untuk mengontrol ekonomi pasarnya untuk memicu pertumbuhan dan kebangkitan ekonomi. Hasilnya? Perlahan tapi pasti ekonomi AS maju dan bisa bangkit kembali menjadi negara adidaya. Tentunya kebijakan ekonomi ini tidak lepas dari peran pemerintah yang mau belajar utamanya dari kebijakan sebelumnya dan para ahli-ahli ekonomi yang berusaha mengatasi krisis ini.

Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari krisis ekonomi AS era 30-an ini? Mereka mau menerima kesalahan dan terbuka dengan pemikiran-pemikiran alias beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tidak tertutup dalam hal-hal baru. Begitu juga kita, dalam menghadapi dunia dengan kompetisi yang keras seperti sekarang ini dengan era globalisasinya, kita pun walau awalnya sulit bukan berarti kita menyerah tetapi kita terus belajar dan nantinya menjadi berhasil menguasai di bidang kita masing-masing dan tentunya tidak kalah dengan orang lain utamanya orang asing. Jadi tidak ada rasa rendah diri yang berlebihan karena memang dalam kompetisi pada prinsipnya semua orang adalah sama.

Jadi apa yang bisa disimpulkan dari kompetisi dan krisis ini? Manusia pada dasarnya dari sejak lahir sudah berkompetisi dan kompetisi sendiri pada dasarnya tidak membuat manusia individualis dan egoistis, namun dari kompetisi itulah manusia bisa menjadi makhluk hidup yang mengungguli organisme lainnya. Jika kita bandingkan perkembangan hewan dan tumbuhan meski ada namun sangat sedikit sekali dari jaman dahulu hingga sekarang, namun kondisi manusia dari jaman dahulu katakanlah 1 milenium sebelumnya tentu sangat jauh berbeda dengan kondisi manusia dewasa ini. Dalam artian, kehidupan yang kompetitif memaksa manusia untuk bersikap kreatif dan inovatif, sedangkan jika kehidupan manusia tidak kompetitif tak terbayangkan apakah dunia dan ilmu pengetahuan akan berkembang pesat seperti saat ini. Mungkin itu poin-poin yang diambil dari judul diatas “Dibenci tetapi diakui” karena kita pada dasarnya kompetisi dan krisis itu layaknya seperti kebutuhan primer yaitu: sandang, pangan dan papan dalam kebutuhan sehari-hari.(radaredukasi.com).

Muhammad Aulia Iskandar Muda, S.Pd.

Guru SMA Logos Indonesia
auliasuis@gmail.com