LAPAN Cari Alien dan Planet Layak Huni Selain Bumi
Sekolahnews.com – Pernah menonton film fiksi ilmiah Interstellar (2014) garapan sutradara Christopher Nolan? film ini mengisahkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA), mengirimkan sejumlah peneliti untuk mencari playek layak huni karena Bumi sudah tidak menopang kehidupan manusia.
Fenomena beserta sumber dan tanda-tanda kehidupan di luar angkasa benar adanya. Contohnya pada Oktober 2020, mereka dikabarkan menemukan air yang tersimpan di bulan.
Indonesia Sebentar lagi akan memiliki observatorium nasional (Obnas) untuk mengamati kehidupan di luar bumi dan saat ini masih dalam proses pembangunan. Observatorium terbesar di Asia Tenggara itu berada di Gunung Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan diperkirakan selesai dan beroperasi pada tahun 2021.
Observatorium adalah sebuah lokasi dengan perlengkapan yang diletakkan secara permanen agar dapat melihat langit dan peristiwa yang berhubungan dengan angkasa.
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) berencana untuk melakukan penelitian tentang kehidupan lain di luar Bumi. Penelitian exoplanet atau plaet di luar Tata Surya akan dimulai pada 2021 mendatang. Peneliti LAPAN Rhorom Priyatikanto menuturkan rencana ini termasuk ke dalam pengamatan proyek objek transien.
Sebagai informasi, objek transien adalah benda langit yang cahayanya tidak tetap, kerap muncul secara tiba-tiba, tetapi kemudian menghilang perlahan. Objek-objek tersebut meliputi Nova, Supernova, Semburan Sinar Gamma (GRB), dan suar AGN atau suar yang dilepaskan oleh inti galaksi aktif.
”LAPAN akan merencanakan program pengamatan transient objects mulai tahun 2020. Eksoplanet dan supernova adalah contoh objek transien. Dengan kata lain, kami akan mulai mencari dan mempelajari eksoplanet dengan lebih sistematis. Salah satu arahnya memang menjawab apakah ada kehidupan di luar sana,” kata Rhorom sebagaimana dikutip GNFI dari Detik.
”Iya (kehidupan di luar bumi), itulah salah satu pertanyaan mendasar umat manusia yang ingin tahu,” lanjutnya.
Di Indonesia, observatorium yang paling dikenal ialah Bosscha yang terletak di Lembang, Jawa Barat. Observatorium ini merupakan yang tertua di Indonesia dan menjadi tempat penelitian astronomi yang dikelola oleh Institut Teknologi Bandung (ITB).
Hanya saja dalam pengamatan objek luar angkasa dibutuhkan kegelapan malam yang gelap. Sementara Observatorium Bosscha dekat dengan pemukiman dan pusat bisnis sekitar yang membuat pemantauan objek luar angkasa terganggu karena ramainya polusi cahaya.
Sebelumnya, Kepala Balai Observatorium Nasional Kupang Bambang Suhandi menyampaikan pemilihan Gunung Timau sebagai lokasi observatorium nasional berdasarkan hasil studi selama lima tahun. Kawasan itu dinilai memiliki waktu langit cerah paling banyak dalam setahun dibanding tempat-tempat lain di Indonesia.
“Sekitar 70 persen dalam 1 tahun. Selain itu, kawasan Gunung Timau masih minim polusi cahaya, sehingga langitnya baik untuk pengamatan astronomi,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu (12/8).
Untuk mendeteksi kehidupan di luar bumi, Obnas bakal menggunakan teleskop besar dengan cermin majemuk berukuran 3,8 meter. Teleskop itu diklaim merupakan kembaran dari Teleskop Seimei milik Universitas Kyoto, Jepang.
Dikabarkan Observatorium Timau akan berpredikat yang terbesar di Asia Tenggara. Observatorium ini menelan biaya hingga Rp 400 miliar yang dana pembangunannya dialokasikan dari APBN. Adapun yang bekerja sama mewujudkan observatorium ini ialah ITB, Universitas Nusa Cendana Kupang, Pemprov NTT, dan Pemkab Kupang.
Rhorom juga menjelaskan bahwa saat ini LAPAN memiliki teleskop reflektor berdiameter 50 cm. Menurutnya, inilah ‘senjata terbaik’ LAPAN di Kupang. ”Sementara ini, teleskop reflektor berdiameter 50 cm adalah senjata terbaik kami di Kupang. Akhir tahun 2021, kami berharap datangnya teleskop yang lebih besar, yakni teleskop dengan diameter cermin 380 cm,” tuturnya.