Pacu Jawi dari Minangkabau

Sekolahnews.com – Masyarakat Minangkabau memiliki tradisi yang kini mulai berkurang, yakni pacu jawi (sapi). Tradisi ini biasanya diadakan setelah habis panen, yang uniknya cuma ada di daerah Kabupaten Tanah Datar.

Biasanya puluhan sapi akan berjajar rapi di sisi selatan petak sawah yang akan digunakan sebagai lokasi lomba. Dengan seutas tambang plastik, sapi-sapi itu diikat pada pohon-pohon di sekitar lokasi.

Ketua Panitia Lomba Pacu Jawi di Kelurahan Balai Betung, Sukri menjelaskan bahwa dalam lomba seperti ini sapi yang akan dipertandingkan harus diarak. Setidaknya dari kantor kelurahan sampai ke lokasi perlombaan.

Arak-arak sapi ini akan diiringi kesenian tradisi lokal, seperti kesenian saluang atau talempong. Arak-arakan makin semarak karena diikuti gadis-gadis pengiring yang mengenakan pakaian adat Minangkabau.

“Kegiatan lomba itu biasanya dilaksanakan seusai panen padi. Kegiatan itu merupakan salah satu bentuk perayaan seusai panen padi yang dinilai baik,” jelas Mahdi Muhammad dalam Pacu Jawi Tak Sekadar Balapan Sapi yang dimuat Kompas.

Berbeda dengan karapan sapi

Tradisi pacu jawi terkadang disamakan dengan karapan sapi yang biasa berlangsung di Madura. Memang bila terlihat dari jauh, tradisi ini tidak terlalu berbeda. Tetapi saat diamati lebih teliti banyak perbedaan mencolok di antara keduanya.

Disebutkan oleh Mahdi, perbedaan ini bisa dilihat dari posisi joki yang memacu sapi-sapi tersebut. Pada karapan sapi di Madura, joki mengendalikan sapi-sapi itu dalam posisi berdiri di atas bajak yang dikaitkan ke bagian leher sapi.

Tetapi joki jawi tidak mungkin berdiri di atas kayu yang menyusun bajak tersebut karena yang digunakan sangat kecil. Posisi mereka berada di belakang bagian sapi, memegang bajak kecil yang disebut sikat.

Mahdi menyatakan tingkat kesulitan yang dihadapi para joki di lomba pacu jawi juga dinilai lebih tinggi. Pasalnya para joki berada di sawah dengan ketinggian lumpur hingga mencapai dengkul orang dewasa.

“Tidak jarang para joki tertelungkup di sawah karena tertinggal saat berlari mendampingi jawi mereka. Atau bahkan sering jawi-jawi tersebut keluar arena perlombaan karena tidak cukup tenaga untuk mengembalikan ke arena lomba,” paparnya.

Sapi yang dilombakan

Biasanya sapi yang dilombakan dibagi dalam tiga kelas, kelas I, II, dan III yang masing-masing menempuh jarak tanding tertentu. Untuk kelas III, jarak yang ditempuh hanya 60 meter, kelas II 80 meter, dan kelas 1 berjarak 100 meter.

Pacu jawi kelas III biasanya diikuti oleh sapi-sapi yang baru pertama kali mengikuti lomba. Tetapi tidak ada aturan pasti untuk memasukan sapi ke kelas tertentu. Pembagian sapi-sapi dalam kelas tertentu ditentukan oleh para penanggung jawab perlombaan.

“Apabila jawi dinilai sudah layak untuk masuk ke kelas II, jawi itu langsung ikut lomba kelas II,” tutur Edi Noviandi, salah satu juri lomba.

Edi menuturkan sebelumnya pernah ada aturan seekor jawi yang sudah memenangi tiga kali putaran dalam satu perlombaan diperkenankan naik ke kelas atasnya. Tetapi kini aturan itu sudah tidak berlaku.

Biasanya dalam dua hari di satu lokasi terdapat pertandingan pacu jawi. Semua jawi yang ikut lomba diperkenankan mengikuti lomba pemuncak yang sering disebut boko. Sapi yang memenangkan pertandingan ini harganya bisa naik beberapa kali lipat.

“Tiga kali menang dalam boko berhak membawa pulang piala bergilir dari wali kota,” kata Sukri.(goodnewsfromindonesia.id).