Upaya Menyelamatkan “Kereta Api Terakhir”

SekolahNews — Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kemendikbud kembali berhasil merestorasi film lawas nasional berjudul “Kereta Api Terakhir”. Film produksi Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1981 ini menjadi film keempat yang berhasil direstorasi oleh Kemendikbud.

Menurut Maman Wijaya, Kepala Pusbangfilm sudah memetakan film-film yang akan direstorasi oleh Pemerintah, dengan memprioritaskan film-film yang masuk kategori sudah mengalami kerusakan parah, dan film tersebut dipandang memiliki nilai budaya tinggi, seperti yang dilansir dari kemendikbud.go.id

Baca juga: 8 Film Motivasi Indonesia yang Terbaik

Film “Kereta Api Terakhir” terpilih untuk direstorasi karena mengisahkan mengenai perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945–1947 dan merupakan salah satu film kolosal produksi dalam negeri yang melibatkan 15.000 pemain. Selain itu, kondisi copy film ini juga tergolong mendesak untuk segera diselamatkan.

Rizka Fitri Akbar, Direktur PT. Render Digital Indonesia, perusahaan yang melakukan restorasi film “Kereta Api Terakhir”, menjelaskan bahwa materi film ini diperoleh dari dua copy positif milik pegiat film komunitas layar tancap. Film nasional berusia 38 tahun ini berhasil direstorasi dengan durasi 120 menit dari durasi asli 170 menit.

Kapusbangfilm menjelaskan bahwa film “Kereta Api Terakhir” hasil restorasi ini juga telah lulus sensor Lembaga Sensor Film (LSF) dengan kualifikasi 13 tahun ke atas.

Film arahan Mochtar Soemodimedjo ini diangkat dari novel karya Pandir Kelana yang mengisahkan tentang perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Siliwangi disebabkan karena pelanggaran Perjanjian Linggardjati tahun 1946 oleh Belanda.

Jalan Cerita “Kereta Api Terakhir”

Alkisah, Markas besar TNI di Yogyakarta memutuskan untuk menarik semua kereta api yang menuju Yogyakarta. Letnan Sudadi (Rizawan Gayo), Letnan Firman (Pupung Harris), dan Sersan Tobing (Gito Rollies) ditugaskan untuk mengamankan kereta api terakhir yang akan diberangkatkan dari Stasiun Purwokerto menuju Yogyakarta.

Baca juga: Kisah Emosional Dibalik Layar Film “Susi Susanti: Love All”

Perjalanan kereta api terakhir yang mengangkut pengungsi dan dokumen bersejarah republik diwarnai berbagai rintangan karena serangan udara tentara sekutu yang dibonceng oleh Belanda. Kisah perjuangan ini dikemas dengan cerita romantis serta dibumbui komedi.

Sebelum “Kereta Api Terakhir”, Pusbangfilm Kemendikbud telah merestorasi film “Darah dan Doa” (1950) pada tahun 2013; “Pagar Kawat Berduri” (1961) pada tahun 2017, dan; “Bintang Ketjil” (1963) pada tahun 2018.

Pusbangfilm Kemendikbud melayani peminjaman film yang telah direstorasi untuk komunitas masyarakat sebagai fasilitasi belajar perfilman maupun digunakan sebagai media pembelajaran. “Siapapun yang memerlukan, asal tidak komersial,” kata Maman Wijaya. (*)