2030 Indonesia Zero Dengue, Ini 5 Cara Cegah DBD di Rumah Selain 3M

Sekolahnews.com – Indonesia masih berjuang mengendalikan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sehingga target 0 kematian akibat dengue bisa tercapai 2030 mendatang. Selain 3M, ada loh beberapa cara yang bisa dilakukan di rumah.

Tidak banyak orang yang tahu 3M sudah berubah menjadi 3MPlus, yaitu selain menguras, menutup dan mendaur ulang barang bekas. Masyarakat melakukan pencegahan perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti di rumah.

Koordinator Substansi Arbovirosis Kementerian Kesehatan, dr. Asik Surya, MPPM menjelaskan semua orang berisiko tertular DBD. Apalagi penderita DBD tertinggi di rentang usia 0 hingga 14 tahun sebesar 49,8 persen. Mirisnya, kondisi ini diperparah dengan perubahan iklim saat ini.

“Beberapa stategi nasional dalam menanggulangi DBD di Indonesia menuju zero dengue death 2030, antara lain koalisi bersama lawan dengue, pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan rumah satu jumantik (G1R1J). Ada juga teknologi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia, dan vaksin dengue,” ujar dr. Asik melalui rilis InaHEA Biennial Scientific.

Adapun beberapa cara untuk mencegah DBD di rumah, bisa dengan melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Contohnya seperti ikan cupang, ikan cere, ikan guppy, nila merah, ikan mas, hingga ikan sapu-sapu.
  2. Menggunakan obat anti nyamuk.
  3. Memasang kawat kasa pada kaca dan ventilasi.
  4. Tidak menggantung pakaian dalam kamar.
  5. Menabur bubuk larvasida pada penampungan air. Larvasida merupakan salah satu jenis dari golongan insektisida yang dispesifikan untuk membunuh larva.

Mirisnya, Deputi Direktur CFHC-IPE, Deputi Direktur CFHC-IPE, FK-KMK Universitas Gadjah Mada dr. Nandyan N. Wilastonegoro mengatakan kasus DBD naik drastis di dunia termasuk Indonesia per tahun ada 58 juta hingga 105 juta kasus di seluruh dunia. Padahal pada 1990 hanya 800 ribu kasus per tahun.

“Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki beban DBD yang terbesar di dunia, dimana diestimasikan ada sekitar 7.8 juta kasus DBD. Dari sisi beban keuangan DBD, sebagian besar ditanggung dengan keuangan rumah tangga, dan diikuti oleh JKN dan kontribusi dari kerabat,” jelas dr. Nandyan.

Melihat ini, Guru Besar FKM Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg. Mardiati Nadjib, M.Sc menilai sudah saatnya Indonesia memperbaiki sistem pelaporan kasus, mengingat Indonesia merupakan negara endemis DBD.

“Apabila hal ini tidak dilakukan, Indonesia berpotensi mengalami kerugian. Jika Indonesia tidak bisa menekan beban ekonomi akibat DBD, maka jumlah kasus akan terus meningkat,” kata Prof. Mardiati.

Pernyataan para pakar ini juga dibenarkan Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht selaku produsen vaksin DBD untuk anak usia 6 hingga 45 tahun untuk mencegah kematian akibat DBD, dengan mayoritas pasien meninggal merupakan anak-anak.

“Keterlibatan kami dalam inisiatif seperti KOBAR (Koalisi Bersama) Lawan Dengue sebagai salah satu anggota pendiri dan dalam pelaksanaan kampanye masyarakat #Ayo3mplusVaksinDBD yang mendukung upaya pencegahan dan pengendalian DBD yang komprehensif,” kata Andreas.(suara.com).