3 Hal yang Menyebabkan Penyintas COVID-19 Bisa Infeksi Ulang Walau Sudah Vaksinasi
Dok. Smchealth
Banyak yang beranggapan bahwa ketika seseorang sudah pernah terinfeksi COVID-19 dan sudah vaksinasi akan aman dari infeksi ulang. Namun, ternyata ada kemungkinan bahwa infeksi ulang ini masih bisa terjadi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyampaikan bahwa di kediamannya ada enam orang yang positif COVID-19. Keenam anggota keluarganya sudah pernah PCR positif tahun lalu, jadi ini merupakan infeksi kedua.
“Semuanya juga sudah divaksinasi dua kali, kecuali cucu saya yang baru berumur 5 tahun. Juga, lima orang yang di rumah saya itu sudah divaksinasi sesudah mereka sembuh dari sakit tahun yang lalu, jadi harusnya sudah sesuai dengan fenomena super immunity (imunitas super)”, kata Tjandra beberapa waktu lalu.
Walau diperkirakan sudah memiliki super immunity, tapi mereka tetap terinfeksi. Maka dari itu, Tjandra berpendapat bahwa setidaknya ada tiga kemungkinan seseorang dapat terinfeksi kembali walaupun sebelumnya sudah pernah sakit dan bahkan sudah di vaksin.
Kemungkinan pertama adalah terkait varian yang menyerang sekarang, yakni Omicron. Sudah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa varian Omicron memang dapat menembus pertahanan tubuh yang terbentuk karena seseorang pernah sakit sebelumnya.
Ada penelitian menunjukkan risiko relatif terinfeksi ulang adalah 6,36 kali pada yang belum divaksinasi dan 5,02 kali pada yang sudah divaksinasi.
Jadi walaupun sudah divaksinasi maka kemungkinan tetap terinfeksi Omicron memang mungkin terjadi, hanya diharapkan tanpa gejala atau keluhannya ringan saja.
Kemungkinan kedua yakni terkait efikasi vaksin yang tidak 100 persen. Hal ini menyebabkan orang yang yang sudah mendapat tiga kali suntikan pun masih mungkin terinfeksi COVID-19.
“Karena memang efikasi vaksin tidaklah 100 persen, jadi masih mungkin akan ada yang sakit yang disebut breakthrough infection, yang derajatnya dinilai dalam bentuk breakthrough infection rate (B-Infection rate).”
Walau masih mungkin terinfeksi, tapi pemberian vaksin secara lengkap ditambah booster akan secara bermakna mengurangi angka masuk rumah sakit dan jauh mengurangi kemungkinan gejala berat, tambah Tjandra.
Kemungkinan ketiga terkait status suseptibilitas genetika seseorang. Menurutnya, yang sudah diteliti antara lain peran polimorfisme ACE2, fenomena type 2 transmembrane serine proteases (TMPRSS2) dan genotype HLA-B*15:03 yang dihubungkan dengan kejadian sakit.
“Memang bukti ilmiah untuk ini belumlah terlalu jelas, tetapi akan baik kalau dilakukan juga penelitian suseptibilitas genetika COVID-19 di Indonesia,” terangnya.
(Merdeka)