Zifivax Vaksin Diklaim Efektif sebagai Booster

Zifivax adalah vaksin Covid-19 dari perusahaan di China, Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical diklaim efektif sebagai vaksin booster, dan dapat melindungi tubuh dari varian Omicron.

Hal ini disampaikan berdasarkan hasil dari penelitian independent yang dilakukan di National Center for Infectious Dieases, Beijing Ditan Hospital, Capital Medical University Beijing.

“Dalam penelitian itu, sebanyak 163 tenaga medis yang telah divaksinasi dengan 2 dosis Inactivated SARS-CoV-2 vaccine 4-8 bulan yang lalu diberikan vaksinasi booster berupa vaksin placebo, inactivated dan Sub Unit Rekombinan (Zifivax) kemudian dibandingkan hasilnya dan juga keamanannya,” kata DR dr Chairuddin Yunus MKes, selaku Direktur Pemasaran dan Kemitraan PT JBio, Selasa (21/12/2021).

Penggunaan Vaksin Sub Unit Rekombinan Zifivax sebagai vaksin booster mampu meningkatkan neutralizing antibody jauh lebih tinggi dibandingkan subjek yang divaksinasi dengan Vaksin Inactivated sebagai booster.

Vaksin Zifivax adalah jenis vaksin dengan platform rekombinan protein sub-unit yang telah memperoleh emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) pada 7 Oktober 2021 dan ke depannya akan diproduksi di dalam negeri.

Zifivax vaksin juga termasuk vaksin yang suci dan halal sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 53 Tahun 2021, sehingga sangat cocok dengan indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Untuk diketahui, vaksin booster adalah dosis vaksin tambahan yang bertujuan memberikan perlindungan ekstra terhadap penyakit karena efek dari beberapa vaksin yang dapat menurun seiring waktu.

Vaksin booster umum diberikan pada infeksi virus, seperti tetanus, difteri, dan pertusis (DTaP) yang membutuhkan booster setiap 10 tahun.

Sementara, vaksin rekombinan atau sub unit protein, seperti yang digunakan pada vaksin Zifivax, artinya, platform vaksin ini diambil dari spike glikoprotein atau bagian kecil virus yang akan memicu kekebalan tubuh saat disuntikan ke tubuh manusia.

Peneliti utama uji klinis fase III vaksin Zifivax Universitas Padjadjaran, Dr Rodman Tarigan SpA(K), MKes mengatakan, proses uji klinis tersebut menghasilkan angka efikasi sebesar 81,51 persen.

“Efikasi (vaksin Zifivax) untuk orang usai 18-59 tahun sebesar 81,51 persen, sedangkan di atas 60 tahun edikasinya 87,58 persen,” kata Rodman.

Angka efikasi ini telah melampaui rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di atas 50 persen.

Melihat angka efikasi vaksin Zifivax yang baik, Rodman mengatakan, vaksin ini diharapkan tidak hanya bisa digunakan sebagai vaksin primer untuk vaksinasi Covid-19, tetapi juga vaksin Zifivax sebagai vaksin booster.

Dalam penjelasannya di laman resmi Unpad, vaksin rekombinan ini memiliki tiga kali proses penyuntikan, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kekebalan tubuh lebih lama dibandingkan vaksin dengan dua kali penyuntikan.

Namun, hal ini masih terus dilakukan pemantauan terhadap para relawan uji klinis fase III vaksin Covid-19 Zifivax ini.

“Tentu kita berharap dengan 3 kali pemberian vaksin rekombinan semoga bisa bertahan lebih dari 1 tahun,” jelasnya.

Chairuddin mengungkapkan, penelitian bersifat independen dilakukan secara heterolog dan homolog.

Vaksinasi booster heterolog adalah orang yang memakai platform vaksin berbeda untuk booster. Sedangkan, vaksinasi booster homolog adalah orang yang memakai platform vaksin yang sama untuk booster.

Dari hasil penelitian yang ada, kata Chairuddin, menunjukkan bahwa subjek yang diberikan booster secara heterolog menggunakan vaksin Zifivax halal yang memiliki tingkat neutralizing antibody terhadap original Wuhan strain sebesar 1,6 kali lebih tinggi.

Bahkan neutralizing antibody terhadap varian Delta dan varian Beta jauh lebih tinggi lagi yaitu sebesar 2,4 kali lipat.

Hasil ini merupakan hasil perbandingan pemberian booster secara heterolog terhadap pemberian booster secara homolog.

“Kesimpulannya, penggunaan vaksin Subunit Rekombinan sebagai booster menunjukkan tingkat neutralizing antibody yang jauh lebih tinggi dibandingkan subjek yang divaksinasi dengan Vaksin Inactivated sebagai booster pada semua jenis variant of concern (VOC) SARS-CoV-2,” jelasnya.

(Kompas)