Kartu Suara Pilpres AS Berbahasa Indonesia

Sekolahnews.com – Amerika Serikat rencananya akan mengadakan pemilihan umum presiden pada bulan November 2020. Uniknya, pemilih bisa meminta dikirim Ballot Paper atau Kertas Suara dicetak dalam 18 bahasa antara lain Armenia, China, Farsi, Korea, Rusia, Jepang, Tagalog termasuk Bahasa Indonesia. Dalam kondisi pandemic sekarang ini, para pemilih di AS bisa mengirimkan Kertas Suaranya lewat kantor pos.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemilihan di Amerika Serikat sekarang melibatkan pemilih dari berbagai ragam suku bangsa yang berada di Amerika Serikat. Walaupun sejak dulu para pemilih di AS ini adalah warga negara Amerika Serikat yang berasal dari bermacam-macam keturunan; namun hanya pada tahun 2020 ini keberagaman pemilih ini muncul dipemukaan, seperti dikutip dari goodnewsfromindonesia.id.

Memang kalau kita mendarat di Bandara Los Angeles sekarang, kita merasa seperti bukan di tanah Amerika Serikat, karena petugas imigrasinya orang keturunan Pilipina; petugas polisinya orang berwajah Korea, sopir taxinya orang Singapura, warga AS berkulit hitam dimana-mana.

Baca juga: Indonesia Akan Bangun Pabrik Tempe di Amerika Serikat

Khusus orang Indonesia, meskipun jumlahnya kalah dengan orang Pilipina atau Cina, tapi sekarang kita bisa melihat banyak orang Indonesia di berbagai kota seperti LA, California, San Francisco; Philadelphia dan di tempat perjudian di Las Vegas banyak tulisan “Terima Kasih” di toko-toko yang menjual makanan atau souvenir.

Saya pernah berjalan di daerah sekitar Jembatan Golden Gate San Francisco melihat-lihat toko-toko cinderamata dan makanan, bertemu banyak orang Indonesia; malah ada yang menyapa saya “dari Surabaya ya”.

Di Washington DC di dekat kawasan museum, saya bertemu Arema – Anak Malang yang punya Food Truck yang menjual “Indonesian Sate”.

Masalah ras, atau keturunan sekarang marak diperrbincangan politik di Amerika Serikat ini, karena presiden AS yang sekarang Donald Trump dianggap rasialis; kebijakan menutup pintu AS bagi warga dari beberapa negara Musli, membangun tembok di perbatasan AS dan Mexico dan berbagai pernyataan tentang ras yang negative.

Kasus kematian orang kulit hitam George Flolyd akibat lehernya ditekan seorang polisi kulit putih menggunakan lututnya dan menimbulkan demonstrasi Black Lives Matter (BLM) dimana-mana, tidak hanya di Amerika Serikat tapi juga di negara-negara Eropa dan Australia;dan hal ini menyebabkan masyarakat Amerika Serikat terbelah berdasarkan keturunan.

Presiden Trump sendiri juga meragukan keabsahan pilihan calon Presiden Joe Biden dari partai Demokrat yang memilih calon Wapres nya Kemala Harris karena dia keturunan India, bukan “asli” Amerika Serikat.

Belum selesai masalah protes ketidak adilan ras akibat kematian George Floyd tadi, sekarang muncul lagi demonstrasi terhadap tindakan polisi (kulih putih) yang menembak beberapa kali dari jarak dekat (at point blank) seorang warga berkulit hitam bernama Jacob Blake di Wisconsin. Ini menambah melebarnya perasaan “Kita” Vs “Mereka”.

Baca juga: Serba Serbi Pendidikan Tinggi di Amerika

Sebenarnya Amerika Serikat memiliki kesamaan moto dengan Indonesia, yaitu E Pluribus Unum berarti “Dari Banyak Menjadi Satu” yang mirip dengan Bhineka Tunggal Ika. Masyarakatnya sejak berdirinya negara sudah terdiri-dari berbagai suku bangsa. Dulu sebagian besar besar masyarakatnya adalah orang-orang keturunan Eropa seperti Inggris, Italia, Rusia, Polandia, Jerman, Belanda dsb.

Namun sekarang banyak juga yang berasal dari, Timur Tengah, Amerika Latin dan Asia, seperti Lebanon, Jordania, Meksiko, Peru, Kuba, India, Pakistan, Cina, Pilipina, Korea dan Indonesia. Namun diakui masalah ras itu mulai meningkat akhir-akhir ini.

Para politisi memahami bahwa suara masyarakat non- kulit putih itu sangat berarti bagi mereka sehingga kita bisa melihat foto yang dikirim sahabat saya tadi dimana para pemilih yang tidak berbahasa Inggris bisa memilih bahasa sesuai dengan asal negaranya.

Ahmad Cholis Hamzah adalah penulis senior GNFI