Alasan Penggantian Istilah PSBB Jadi PPKM

Sekolahnews.com – Pemerintah menggunakan istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam upaya menekan angka virus corona (COVID-19) di wilayah Jawa-Bali. Lantas mengapa pemerintah tidak lagi menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah ada sebelumnya?

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menyebutkan, PPKM berbeda dengan PSBB. ’’Ditegaskan bahwa ini bukan pelarangan kegiatan masyarakat. Kedua, masyarakat jangan panik. Ketiga, kegiatan ini adalah mencermati perkembangan Covid-19 yang ada,’’ ujarnya secara virtual kemarin (7/1).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pun memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Menurut Tito, istilah PSBB mengesankan pembatasan akan diterapkan secara masif di pulau Jawa dan Bali. Padahal, tutur Tiro, kebijakan pemerintah ini hanya akan berlaku di daerah yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

“Itu kan sangat tergantung dari, kalau PSBB nanti kesannya skalanya masif seluruh Jawa dan Bali, padahal kan tidak,” tegas Tito di Kantor Kemendagri pada Jumat (8/1) hari ini. “Di Jawa itu yang saya sebutkan tadi tempat-tempatnya. Yang lain-lain ditentukan oleh kepala daerahnya menurut data dari daerah masing-masing, mereka kan punya Satgas juga.”

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, durasi pembatasan dikembalikan kepada daerah masing-masing. ”Dapat diperpanjang lagi oleh daerah masing-masing,” ucapnya.

Pada tahap awal, pembatasan akan dilakukan di ibu kota tujuh provinsi di Jawa dan Bali. Juga, di kabupaten atau kota yang berbatasan dengan ibu kota tujuh provinsi itu. Di DKI Jakarta, pembatasan kegiatan ditetapkan di seluruh wilayah. Jawa Barat akan diprioritaskan pada wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan wilayah Bandung Raya. Banten dengan prioritas wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Sebelumnya, Tito telah memberikan instruksi kepada para kepala daerah terkait kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat ini. Instruksi tersebut ditujukan kepada Gubernur di tujuh provinsi di pulau Jawa dan Bali, yaitu provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur dan Bali.

Di sisi lain, kebijakan PPKM ini rupanya justru lebih longgar dibanding pelaksanaan PSBB, bila merujuk pada payung hukum yang melandasi kegiatan ini. Salah satunya tampak dari PPKM yang masih mengizinkan 25 persen karyawan bekerja di kantor. Hal ini berbeda dengan PSBB yang merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dimana kantor ditutup dan semua karyawan diimbau untuk bekerja dari rumah (WFH).

Namun demikian, Mendagri Tito juga sempat membuka kemungkinan kapasitas karyawan yang bekerja dari rumah alias WFH dinaikkan menjadi 100 persen. Kebijakan WFH 100 persen ini akan diambil jika pemerintah masih menemukan adanya klaster corona di perkantoran.