Ancaman ‘Hidden Hunger’ di Indonesia

Sekolahnews.com – Selama ini banyak yang mengira orang lapar paling banyak terdapat di benua Afrika. Namun hasil studi memperlihatkan separuh atau 418 juta orang kelaparan di dunia justru ada di benua Asia. Laporan State of Food Security and Nutrition in the World 2021 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengatakan mayoritas berada di Asia Selatan, yang menyumbang 305,7 juta orang kelaparan, Asia Tenggara 48,8 juta orang, dan Asia Barat 42,3 juta orang.

Dikutip dari edunews.id, Indonesia sendiri menduduki peringkat 70 dari 117 negara yang terdeteksi hidden Hunger. The Hidden Hunger, merupakan kelaparan tersembunyi, yang menjadi tantangan besar yang berkaitan dengan masalah gizi yang serius atau tidak terpenuhinya nutrisi penting, yang seharusnya ada pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Penyakit ini merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi kurangnya asupan atau penyerapan vitamin dan mineral yang penting bagi kebutuhan tubuh. Istilah dari Hidden Hunger juga bisa disebut sebagai defisiensi zat gizi mikro, yang meliputi vitamin dan mineral.

Zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah kecil, kebutuhannya 100 mg perhari. Zat gizi mikro mempunyai peran yang sangat penting, Ketika terjadi kekurangan (defisiensi), maka akan berdampak pada munculnya masalah kesehatan dan tumbuh kembang. Persoalan hidden hunger sudah menjadi problematika bagi kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia.

Kondisi hidden hunger bisa terjadi di segala umur. Kondisi yang timbul akibat kekurangan zat gizi mikro seperti iodium, zat besi, vitamin A dan zinc ini telah menimbulkan beberapa masalah kesehatan yang berkepanjangan. Di tengah Indonesia yang menuju era disrupsi, bonus demografi maupun Indonesia EMAS 2045 mendatang, muncul ke permukaan bahwa 50 persen rakyat Indonesia terkena penyakit hidden hunger. Mengutip apa yang disampaikan oleh guru besar IPB Prof. Sudrajat Martianto, yang menyatakan bahwa kondisi ketahanan pangan Indonesia cukup baik, namun terjadi penurunan pada ketahanan pangan nasional.

Prof Sudrajat yang juga guru besar IPB mengatakan bahwa penelitiannya menunjukkan hanya 1 persen rakyat Indonesia yang tidak mampu mengakses pangan makro (yang mengandung karbohidrat). Tetapi yang menjadi masalah adalah hampir 50 persen penduduk Indonesia yang kekurangan sayuran, buah-buahan, pangan hewani dan kacang-kacangan. Kualitas konsumsi pangan Indonesia belum baik. Penelitian beliau menunjukkan 1 dari 2 penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah, dan sayuran. Mereka mengalami kelaparan tersembunyi. Permasalahan dan tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan bersifat multidimensi, mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan.

Tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu misalnya 10 tahun ke depan dari sekarang diharapkan dapat diprediksi dengan lebih akurat. Strategi menuju ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan 2025 dikelompokkan menurut subsistem dalam sistem ketahanan pangan seperti diatur dalam UU Pangan, yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, dan pemanfaatan pangan. Seluruh strategi yang ditawarkan dalam artikel ini dirancang sejalan dengan arahan dari UU Pangan.

Modal utama dalam mewujudkan ketersediaan pangan adalah kekayaan sumber daya yang beragam, ketersediaan teknologi, dan pengembangan kemitraan strategis dengan berbagai komponen pemangku kepentingan. Empat strategi yang diajukan dalam membangun ketersediaan pangan adalah sebagai berikut:

Pertama, membangun penyediaan pangan berasal dari produksi domestik dan cadangan pangan nasional. kedua, untuk memberdayakan usaha pangan skala kecil yang menjadi ciri dominan pada ekonomi pertanian Indonesia. Ketiga, mempercepat diseminasi teknologi dan meningkatkan kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi tepat-guna untuk peningkatan produktivitas tanaman dan efisiensi usaha. Keempat, mempromosikan pengurangan kehilangan pangan melalui pemanfaatan teknologi penanganan, pengolahan, dan distribusi pangan.

Meski secara umum ada perbaikan kondisi, indeks kelaparan Indonesia masih tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara. Berikut ini indeks kelaparan 8 negara ASEAN pada 2021:

  1. Laos: 19,5
  2. Indonesia: 18,0
  3. Myanmar: 17,5
  4. Kamboja: 17,0
  5. Filipina: 16,8
  6. Vietnam: 13,6
  7. Malaysia: 12,8
  8. Thailand: 11,7

Kondisi ini justru dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Kenyataannya, gizi merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat penting yang dapat berpengaruh pada
kecerdasan anak. Karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan kecerdasan anak dapat terganggu oleh kondisi lingkungan atau fisik yang kurang mendukung, seperti kekurangan gizi dan stimulasi dari lingkungan. Dampak jangka panjangnya kekurangan gizi yang berat mengakibatkan ukuran lingkar kepala yang lebih kecil dan menjadikan kemampuan kognitif yang lebih rendah.

Rizki Rahayu Fitri. Tenaga Ahli Anggota DPR RI Fraksi PKS