Bersiap Belajar di Sekolah Lagi
Sekolahnews.com — Pada 20 November 2020, Nadiem menyampaikan bahwa pemerintah memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021, dengan sejumlah persyaratan, termasuk di antaranya menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona penyebab COVID-19.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah fokus mempersiapkan infrastruktur pendukung penerapan protokol kesehatan menjelang pembukaan kembali sekolah pada semester genap tahun ajaran 2020/2021.
“Pemerintah daerah dan pemerintah pusat berfokus pada persiapan infrastruktur, protokol kesehatan/SOP, sosialisasi protokol/SOP, dan sinergi antara Dinas Pendidikan dengan Dinas Kesehatan serta Gugus Tugas COVID-19 di daerah,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Mulai 2021, Ini Protokolnya
“Jika sekolah belum mampu memenuhi infrastruktur dan protokol/SOP maka tunda dulu buka sekolah,” ia menambahkan.
Menurut KPAI, penyelenggaraan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi tidak hanya membutuhkan kesiapan sarana dan prasarana pendukung penerapan protokol kesehatan tapi juga kepatuhan warga sekolah terhadap protokol kesehatan serta sarana dan dana untuk melaksanakan pemeriksaan guna mendeteksi penularan COVID-19.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga juga mengemukakan bahwa pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka di sekolah harus mempertimbangkan “5 Siap”, yaitu siap daerahnya, siap sekolah dan gurunya, siap sarana dan prasarana pendukungnya, siap orang tuanya, dan siap peserta didiknya.
Hasil pengawasan KPAI yang menunjukkan bahwa 83,68 persen sekolah belum siap melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka, menurut dia, juga harus dijadikan sebagai masukan dalam mempersiapkan penyelenggaraan kembali kegiatan belajar di sekolah.
Dalam memberikan izin pelaksanaan pembelajaran di sekolah, pemerintah daerah antara lain mesti mempertimbangkan tingkat risiko penularan COVID-19, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai protokol kesehatan, akses terhadap sumber belajar, serta kondisi psikososial peserta didik.
Selain itu, pemerintah daerah harus mempertimbangkan kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orang tuanya bekerja di luar rumah, ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan, tempat tinggal warga satuan pendidikan, mobilitas warga, dan kondisi geografis daerah.
Baca juga: Nadiem: Sekolah Tatap Muka Harus Patuhi Protokol Kesehatan
Daftar periksa juga mencakup risiko kesehatan warga satuan pendidikan, persetujuan dari komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali murid, kelas yang memungkinkan jarak tempat duduk siswa minimal 1,5 meter, serta batasan isi ruang kelas.
Menurut ketentuan, jumlah peserta didik per ruang kelas PAUD maksimal lima orang, pendidikan dasar dan menengah maksimal 18 siswa, dan sekolah luar biasa maksimal lima siswa.
Selain itu peserta didik dan tenaga pendidik wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik, serta menerapkan etika batuk atau bersin.
“Kita pastikan bahwa kondisi medis warga satuan pendidikan yang punya komorbiditas tidak boleh melakukan tatap muka, tidak boleh datang ke sekolah kalau mereka punya komorbiditas karena risiko mereka jauh lebih tinggi,” kata Nadiem, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Wajib Persetujuan Orang Tua
Kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan dilarang di sekolah. Kantin tidak diperbolehkan beroperasi, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan.
“Anak-anak hanya boleh masuk, belajar, lalu pulang. Ini juga harus ditekankan,” kata Nadiem lagi.
Pembatasan-pembatasan dalam penyelenggaraan pembelajaran tatap muka tersebut ditujukan untuk menekan seminimal mungkin risiko penularan virus corona dan mencegah munculnya klaster penularan COVID-19 di sekolah.