Kisah Inspiratif: Kurang Mampu Bukan Alasan Untuk Tidak Berprestasi

SekolahNews – Kisah inspiratif tentang perjuangan meraih harapan dan kesuksesan. Apapun kondisinya, dari manapun asalnya, baik orang berada atau kaum papa, asal bersungguh-sungguh dalam berusaha dibarengi dengan doa, pasti akan terwujud.

Berikut ini beberapa kisah inspiratif yang dirangkum dari berbagai sumber, menceritakan perjuangan pelajar dalam meraih prestasi dengan kondisi yang sangat terbatas.

Sanhaji

Sanhaji (foto by kompas.com)
Baca juga: Jadi Juara karena Kotoran Manusia

Inspirasi pertama berasal dari Sanhaji, lahir dari keluarga sederhana, tak menyurutkan semangat berprestasi pemuda asal Bondowoso Jawa Timur merupakan mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB.

Setidaknya 15 prestasi baik itu yang berskala nasional maupun internasional dan terpilih menjadi Delegasi IPB TRI-U di China, Oktober 2019 ini.

Cita-citanya menjadi wirausaha di bidang alat dan mesin pertanian. Melalui karya-karya yang telah dibuat, maka karya tersebut dapat dijadikan produk yang dapat dikomersialkan.

Terdapat dua produk unggulan karya Sanhaji bersama tim yaitu ERBRON-C (alat pengutip buah brondolan sawit) dan STAR-TREX (mesin pengangkut tambang  belerang).

Ayah Sanhaji bekerja sebagai tukang meubel dengan penghasilan sekitar Rp. 2,5 juta per bulan dan ibu yang tidak bekerja. (dikutip dari kompas.com)

Lailatul Qomariyah

Lailatul Qomariyah (by tribunnews.com)

Tumbuh dan dibesarkan dari keluarga kurang mampu, tidak menghalangi semangatnya dalam  meraih cita. Ayahnya bekerja sebagai penarik becak dan istrinya menjadi buruh tani di Madura.

Mahasiswa doktoral ITS Surabaya yang baru menyelesaikan sidang terbuka disertasinya tentang pemanfaatan aplikasi silika solar sel.

Laila mampu menyelesaikan studi S2 ke S3 hanya dalam jangka waktu tiga tahun. Lailatul Qomariyah berhasil meraih gelar doktor di usia yang baru 27 tahun, setelah disertasinya yang berjudul “Controllable Characteristic Silica Particle and ITS Composite Production Using Spray Process”, berhasil dipertahankan di hadapan para pengujinya pada Rabu (4/9/2019) kemarin. (dikutip dari Tribunnews.com)

Herayati Sawitri

Herayati Sawitri (Istimewa)
Baca juga: Dengan Karyanya, 6 Pemuda Ini Berhasil Mengubah Dunia

Anak pengayuh becak asal Kota Cilegon, Banten akhirnya dapat menggapai cita-cita yang selama ini diimpikan menjadi seorang dosen di tanah kelahirannya.

Hera diminta pihak kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) untuk bergabung menjadi dosen luar biasa.

Ia adalah lulusan terbaik Institut Tekhnologi Banding (ITB) dan menempuh pendidikan S2 di Institut Tekhnologi Bandung dengan waktu 10 bulan saja.

Hera menyelesaikan tesis dengan judul “The Sulfonated Chitosan Derivatives: Synthesis and Their Application for Curcumin Delivery”, dengan pembimbing dari ITB yakni Dr. Deana Wahyuningrum dan advisor dari Chulalongkorn University Dr. Varawut Tangpasuthadol dan Dr. Voravee P. Hoven.

Ahmat Prabowo

Ahmat Prabowo dok. UNY

Ahmat Prabowo layak menjadi inspirasi, meski berasal dari keluarga tidak mampu, ayahnya hanya seorang tukang becak yang mengayuh becak di sekitar perbatasan Sleman dan Kota Yogyakarta.

Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) jurusan Pendidikan Teknik Otomotif. Salah satu siswa berprestasi yang diterima perguruan tinggi melalui jalur Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidik Misi).

Dalam satu tahun terakhir, mampu menyabet juara 10 even di tingkat nasional yang digelar berbagai kampus di Indonesia.

Beberapa karya ilmiah yang berhasil meraih juara antara lain Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional ‘Pusat Kreativitas dan Inovasi Tahunan’ Pesut 2018 di Samarinda, Juara I Lomba Karya Cipta ‘Pejuang Inovasi Nasional’ (PIN) 2018 di Kalimantan, Juara I Inovasi Media Pembelajaran Sederhana di Era Digital di Jakarta dan lainnya.(uny.ac.id)

Raeni

Raeni (liputan 6.com)

Kisang inspiratif kali ini datang dari putri seorang tukang becak yang berhasil lulus sarjana dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96 dan saat ini telah menamatkan pendidikan master di University of Birmingham Inggris.

Dia kembali mendapat beasiswa untuk meneruskan pendidikan doktor. Untuk pendidikan doktornya, Raeni kembali memilih University of Birmingham.

Alasannya, agar tidak terlalu beradaptasi serta sudah mengenal budaya di Inggris.

Raeni akan mulai kuliah dengan beasiswa lanjutan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pengumuman penerimaannya diketahui pada 19 Januari 2018. (liputan 6.com)

Anesthesia Aryan Putri

Anesthesia Aryan Putri (Kompas.com)

Gadis berusia 22 tahun, lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2019 dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,03.

Ibunya berjualan plastik pembungkus makanan di Pasar Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, sedangkan ayahnya seorang sopir tenaga alih daya (outsourcing) di sebuah perusahan telekomunikasi di Solo.

Meskipun anak penjual plastik dan sopir, ia mampu membuktikan dengan prestasinya.

Berkat nilai bahasa Inggrisnya yang tokcer, dirinya dihadiahi beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2019 untuk melanjutkan kuliah S2 di luar negeri. (Kompas.com)

Alyza Firdaus Nabila

Alyza Firdaus Nabila (Istimewa)

Anak tukang sampah yang berhasil masuk UGM tanpa tes melalui jalur SNMPTN undangan. Lyza, begitu biasa dia disapa, mengatakan sejak kecil ia telah memiliki keinginan untuk kuliah.

Oleh sebab itu, dia berusaha untuk tekun belajar dan berprestasi. Hasilnya dia selalu menduduki 2 besar di bangku SD dan SMP, sementara di SMA dia selalu meraih peringkat pertama.

Berkat prestasinya itu dia pun berhasil masuk UGM tanpa tes dan saat ini mengajukan beasiswa BIDIKMISI agar mendapat keringanan biaya pendidikan selama kuliah nantinya.

“Saya hanya terus belajar, berusaha dan berdoa. Jika ada kemauan pasti ada jalannya dan alhamdulillah akhirnya bisa diterima di UGM,” jelas alumnus SMA 1 Sewon Bantul ini.

Noviana

Noviana (unair.ac.id)
Baca juga: 4 Remaja Mengubah Dunia Dengan Teknologi Ciptaannya

Anak Tukang becak yang jadi wisudawan terbaik di Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) melalui jalur undangan atau SNMPTN.

Noviana berusaha untuk tidak merepotkan keluarganya. Berbagai upaya dia lakukan guna memenuhi kebutuhan perkuliahan, seperti berdagang barang, menjadi pelatih olahraga panah di salah satu klub memanah Surabaya, sampai menjajal magang di Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH UNAIR demi menambah pengalaman.

“Selain di UKBH UNAIR, saya juga pernah mengikuti pelatihan paralegal di Surabaya Children Crisis Center (SCCC).

Yakni, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Saya belajar untuk turun langsung mengurus perkara anak di persidangan. Bagi saya itu adalah ilmu yang tidak ternilai,” kata Noviana.(unair.ac.id)

Mohamad Reza Nurrahman

Mohamad Reza Nurrahman (itb.ac.id)

Reza merupakan putra kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Wawan Sukendar (55) dan Ika Winarti (48). Ayahnya seorang sopir pribadi, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Keterbatasan ekonomi tak menutup kesempatan Reza menyelesaikan sekolah hingga pendidikan tinggi.

Prestasi akademiknya juga melesat saat menyelesaikan sekolah SMA Darul Falah, Kabupaten Bandung Barat. Ia menyabet gelar juara OSN hingga tingkat provinsi. Di tingkat nasional ia meraih juara dua.

Di ITB, Reza tak berhenti berprestasi. Ia meraih medali Perak ONMIPA tahun 2017 dan 2018, Juara 2 OSN Mahasiswa Nasional Tahun 2017, dan menjadi finalis mahasiswa berprestasi FMIPA tahun 2018. Ia juga mendapat kesempatan magang di KAIST selama tiga bulan.(itb.ac.id)

Tati Sri Rahmawati

Tati Sri Rahmawati (tribunnews.com)

Terakhir, kisah inspiratif datang dari Tati Sri Rahmawati, anak sulung dari keluarga yang sangat sederhana, di Ciamis, Jawa Barat pada 7 Maret 1993. Bapaknya hanya seorang kernet bus yang bekerja di luar kota. Adapun ibunya merupakan ibu rumah tangga.

Tati diterima sebagai mahasiswa bidikmisi 2011 melalui jalur Undangan atau SNMPTN di S1 Jurusan Pendidikan Dokter Gigi, Universitas Jenderal Soedirman.

Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan selama hidup yaitu ketika upah bapaknya sebagai kernet bus tak lagi mampu menjangkau biaya kuliah yang besar. Keluarganya sampai merelakan menjual aset berharga demi pendidikan Tati.

Orangtua Tati tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjual tanah. Sejak 2013, Tati mulai menjual basreng dan makaroni yang dibuatkan ibunya di rumah. Ia menjualnya ke teman-teman di kampus.

Selain itu, ia juga membuat pesanan bunga flanel untuk wisuda, mengajar les privat anak SD, menjadi asisten di klinik, bahkan sampai pernah membuka laundri di kontrakan.

Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis. Pada Agustus 2019 Tati dinyatakan lulus ujian kompetensi oleh Kolegium Dokter Gigi Indonesia. Tati melaksanakan sumpah dokter gigi pada Senin, 16 September 2019 dan mengikuti wisuda ke-134 pada Selasa, 17 September 2019 lalu.
(tribunnews.com)

Semoga beberapa kisah diatas bisa menginspirasi kita semua. Keterbatasan bukan halangan untuk kita melangkah maju.

Percayalah tiada sukses yang diraih tanpa kerja keras!