Menteri Nadiem: Pendidikan Masyarakat Jadi Fokus Utama

SekolahNews — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, kembali menegaskan, bahwa pendidikan masyarakat akan menjadi fokus utama kementeriannya. Salah satunya adalah memberi kesadaran pada orangtua, tentang bagaimana menjadi orangtua yang efektif.

“Kita sedang nyusun strateginya ke depan seperti apa. Yang jelas, kita akan mencoba merubah paradigma orangtua tentang bagaimana mendidik anak, “katanya dalam acara Temu Media, di Jakarta, akhir 2019 lalu.

Dikatakan Nadiem, strategi pendidikan masyarakat itu merupakan salah satu bagian dari blue print tentang arah pendidikan kedepan yang saat ini sedang terus dibahas. “Mudah-mudahan dalam enam bulan kedepan sudah selesai, “katanya.

Baca juga: Sering Terlambat, Kemendikbud Kaji Skema Baru Penyaluran Dana BOS

Dalam Temu Media itu, Nadiem menjawab beberapa pertanyaan wartawan terkait Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian Nasional (UN).

Dikatakan Nadiem, USBN dan UN itu dua hal yang berbeda strategi dan tujuannya. USBN adalah tes kelulusan bagi siswa kelas enam, kelas sembilan, dan kelas 12. Namun, tahun 2020 , USBN yang berstandar nasional akan diubah menjadi Ujian Sekolah (US).

Ada beberapa perubahan. Yakni soal-soal US akan ditentukan oleh sekolah masing-masing, tidak lagi berstandar nasional. Soal US juga tidak harus tertulis, tapi bisa berupa hasil esai peserta didik, proyek-proyek yang sudah dilaksanakan peserta didik, dan hasil karya, dan portofolio lainnya. Ini jelas berbeda dengan soal-soal pada USBN selama ini yang berupa pilihan berganda atau isian singkat.

‘Namun ini kembali pada kesiapan sekolah. Kalau belum siap dan membutuhkan bantuan dinas pendidikan untuk membuat soal, ya akan kami berikan. Tapi kalau sekolah sudah siap dan ingin bergerak maju, diberi peluang sebesar-besarnya untuk berinovasi menyusun soal-soal US, “tegasnya.

Kalaupun ada soal tertulis, maka bentuk soalnya bukan mengarah pada jawaban siswa berupa informasi, tetapi lebih pada bagaimana siswa memanfaatkan informasi itu untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Siswa tidak lagi dituntut menghapal, tapi menganalisa informasi yang bisa diterapkan secara konkrit. Ini lebih menuntut kemampuan nalar peserta didik, “lanjutnya.

Namun, dikatakan Nadiem, dalam membuat soal-soal US itu, sekolah tetap harus mengacu pada Kurikulum 2013 dan Standar Kompetensi Lulusan yang sudah ditetapkan pemerintah. “Selama ini, banyak poin-poin Standar Kompetensi Kelulusan yang tidak terpenuhi dalam soal-soal USBN selama ini. Karena itu, dengan perubahan USBN menjadi US, sekolah mempunyai peluang besar untuk berinovasi agar soal-soal US bisa memenuhi Standar Kompetensi Lulusan itu, “paparnya.

Alasannya, kata Nadiem, yang tahu keseharian siswa adalah sekolah yang dalam hal ini guru. Jadi untuk menilai kompetensi peserta didik adalah guru itu sendiri.

Lain halnya dengan Ujian Nasional (UN). Menurut Nadiem, UN memang merupakan otoritas pemerintah, yang dalam hal ini adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. UN bertujuan untuk menilai kualitas sekolah, termasuk kualitas guru-gurunya. Hasil UN akan menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk mengintervensi sekolah agar punya performance lebih baik.

Baca juga: USBN Dihapus, Sekolah Bisa Selenggarakan Ujian Kelulusan Sendiri

“Soal soal UN juga bukan mengarah pada jawaban peserta didik yang informatif semata, bukan yang sifatnya hapalan, tetapi mengarah pada kemampuan siswa menganalisa dan menggunakan nalar secara komprehensif, “katanya.

Agar masyarakat dan juga sekolah tidak bingung, antara tujuan USBN dan UN, USBN yang kedepan menjadi US, dilakukan diakhir tahun dan terhadap siswa kelas enam, kelas sembilan, dan kelas 12. Sedangkan UN akan dilaksanakan di tengah-tengah. Hasil UN diharapkan jadi evaluasi bagi sekolah dan pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya. (Yanuar Jatnika/Kemendikbud)