Panggilan Lu-Gue Bukan Bahasa Asli Betawi

Sekolahnews.com – Untuk kalian yang tinggal di Jakarta tentu  sudah tidak asing dengan panggilan ‘’lu’’ dan ‘’gue’’ sebagai kata ganti orang pertama dan kedua. Panggilan yang mengartikan ‘’aku’’ dan ‘’kamu’’ ini juga sudah menjadi kebiasaan.

Panggilan ‘’lu’’ dan ‘’gue’’ juga dinilai terdengar lebih akrab, supel, dan luwes. Panggilan seperti itu juga kerap dihubungkan dengan bahasa asli orang Betawi yang memang mendominasi penduduk asli Jakarta.

“Kata ‘lu’ dan ‘gue’ merupakan khazanah salah satu dialek Suku Bangsa China,” kata sinolog dari Universitas Indonesia, Agni Malagina, yang dikutip dari detikcom.

Baca juga: Ayo Gunakan Bahasa Ibu di Lingkungan Kita

 ‘Lu (lu/leu/li)’ dan ‘gue (gua/goa)’ berasal dari rumpun dialek bahasa yang dituturkan orang China di kawasan Fujian, kawasan tenggara daratan China dekat Taiwan.

Bahasa ‘’lu’’ sendiri merupakan serapan kata dari ‘’lu/leu/li’’. Sedangkan bahasa ‘’gue’’ merupakan serapan kata dari ‘’gua/goa’’. Penggunaan asal kata serapannya sama, yaitu menunjukkan kata ganti orang pertama dan kedua oleh orang-orang Hokkian.

“Orang-orang China yang bermigrasi ke Nusantara terutama Pulau Jawa kebanyakan adalah orang dari Fujian atau dikenal dengan orang Hokkian. Maka kata serapan Bahasa Hokkian banyak sekali dalam Bahasa Indonesia,” kata Agni.

Bahkan kata ‘’cingcong’’ dan panggilan ‘’encang-encing’’ yang dianggap sangat kental dengan bahasa Betawi juga bukan merupakan kata dari bahasa Betawi asli, melainkan bahasa yang dibawa oleh orang-orang Hokkian.

Kata ‘’cingcong’’ sendiri kerap dipakai untuk menyebut seseorang yang banyak bicara. Sedangkan panggilan ‘’encang-encing’’ ditujukan untuk memanggil paman dan bibi.

Jika selama ini kita kerap menemukan nama-nama makanan yang terdengar kental akan serapan bahasa China, maka sebenarnya ada banyak kata serapan yang diambil atau dimasukkan ke dalam bahasa daerah.

Baca juga: Ragam Aksara di Indonesia

Seperti bakmi, bakpao, bakwan, kecap, dan lainnya sudah terdengar tidak asing di telinga. Tapi budayawan Ridwan Saidi, pada Profil Orang Betawi, seperti dikutip Kompas.com juga menyebutkan beberapa nama barang juga berasal dari dialek suku bangsa China.

Seperti teko, pisau, cawan, kemocing, anglo, lonceng, lotek, bakiak, genteng, dan masih banyak lagi merupakan kata serapan dari dialek suku bangsa China. Berdasarakan Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996), sedikitnya ada 290 kata bahasa China yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia.

Adapun bahasa Belanda yang paling banyak berkontribusi, yaitu sebanyak 3.280 kata, lalu bahasa Inggris sebanyak 1.610 kata, dan bahasa Arab sebanyak 1.495 kata.

Kedatangan etnis China ke Indonesia sudah diketahui terjadi sejak lama sekali. Meski tidak ada yang bisa dengan jelas kapan tepatnya mereka datang, namun yang paling banyak diyakini adalah mereka datang sudah sejak abad ke-4 Masehi. Ada pula yang mengatakan keberadaan mereka sudah ada sejak zaman Majapahit.

Baca juga: Cegah Bertambah Punahnya Bahasa Daerah, Kemendikbud Lakukan Pelindungan Bahasa

Yang pasti pada era Jalur Sutera, etnis China menjadi satu era dengan gelombang kedatangan etnis China yang paling besar. Salah satu momen kedatangan etnis China ke Nusantara adalah kala Dinasti Ming runtuh pada tahun 1644, yang digantikan dengan berdirinya Dinasti Ch’ing.

Jawa adalah salah satu tempat yang memiliki etnis keturunan China yang paling banyak. Terutama di Batavia yang menjadi pusat kolonialisme Belanda.

Namun hingga kini para Hokkian tersebar di seluruh Indonesia seperti di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Ambon.