Kisah Perjuangan Spirlee, Wisudawati Terbaik IPB

SekolahNews — “Perjuangan Tidak Pernah Mengkhianati Hasil” ungkapan ini cocok buat Spirlee Anesta Sanas, mahasiswi yang pernah melakoni kerja paruh waktu sebagai tenaga penyetrika di penatu (laundry) ini berhasil memetik buah kerja kerasnya.

Pasalnya, Rabu, 15 Januari 2020 lalu ia dinobatkan sebagai Wisudawati Terbaik pada upacara wisuda IPB University di Bogor seperti dikutip dari Medcom.id.

Spirlee diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2015 lalu. Ia meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,78 dan berhasil menyandang predikat Cum laude.

Baca juga: Kisah Inspiratif: Kurang Mampu Bukan Alasan Untuk Tidak Berprestasi
Baca juga: 6 Doktor Termuda dari Indonesia

Alumni SMAN 1 Madiun, Jawa Timur ini bercerita, banyak perjuangan yang dilaluinya untuk menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Di antaranya harus pandai membagi waktu antara menyelesaikan skripsi dan bekerja.

“Karena kendala keuangan dari keluarga pada saat akhir studi, membuat saya harus bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah,” katanya.

Bekerja agar tetap bisa kuliah

Berbagai jenis pekerjaan paruh waktu pernah dijalaninya. Mulai dari magang di klinik, menjadi agen pemasaran, berjualan roti, hingga bekerja sebagai tenaga penyetrika di tempat laundry pernah dilakoninya sembari menyusun skripsi.

Spirlee bercerita, selama kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, dirinya menyadari bahwa profesi dokter hewan memiliki peran sangat strategis guna mewujudkan kesehatan hewan yang berdampak pada kesehatan lingkungan.

Spirlee bekerja paruh waktu, semula untuk menutupi kekurangan biaya tempat tinggal atau kos di sekitar kampus. Awalnya ia bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko roti setiap sore dengan upah 750 ribu rupiah per bulan.

Spirlee juga pernah bekerja di tempat usaha laundry sebagai penyetrika merangkap kasir. “Alhamdulillah saya berhasil lulus pada 9 Juli 2019, dua minggu sebelum pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) semester 9,” ujarnya.

Pada libur semester genap Juni-Juli 2019, serta lebaran pada 5 dan 6 Juni 2019, Spirlee memilih tidak mudik ke kampungnya di Madiun. Melainkan mengejar target menyelesaikan skripsi hingga ujian sarjana.

“Pada waktu libur itu,sambil mengerjakan skripsi saya juga bekerja paruh waktu di klinik untuk anak-anak autis. Hasilnya, lumayan untuk menambah biaya hidup,” ungkapnya.

Menjadi kebanggan keluarga

Spirlee yang diwisuda pada 15 januari 2020, telah menjadi kebanggaan keluarganya, karena dia berhasil menjadi sarjana meski keluarganya hidup sederhana. “Orang tua saya dulu pernah kuliah, tapi tidak selesai, karena kesulitan biaya,” tambahnya.

Spirlee juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, yang terus bertekad membiayai kuliah dirinya di IPB, meskipun setiap pergantian semester harus meminjam uang sana sini untuk biaya SPP.

Saat ini Spirlee bekerja di sebuah perusahaan swasta. Ia bertekad mengumpulkan biaya untuk menyelesaikan pendidikan profesi kedokteran hewan.

Spirlee juga bekerja di klinik autis yang bertugas memberikan terapi anak-anak autis agar dapat melakukan aktivitas sesuai dengan standar yang ada di masyarakat. “Bekerja di klinik autis, saya mengambil hikmahnya karena dapat melatih kesabaran,”katanya.